Kamis, 31 Juli 2014

Implementasi Teknologi dan Komponen Teknologi pada Pendampingan Kegiatan PSDSK atau Pelaksanaan LL dan SL Pembibitan dan Penggemukan Sapi Potong




Implementasi Teknologi dan Komponen Teknologi pada Pendampingan Kegiatan PSDSK atau Pelaksanaan LL dan SL Pembibitan dan Penggemukan Sapi Potong
File fulltext : Download (857 Kb)

Rabu, 30 Juli 2014

Petunjuk Teknis Budidaya Dan Pemanfaatan Bachiaria Ruziziensis (Rumput Ruzi) Pakan Ternak Kambing


Salah satu tujuan penulisan ini adalah untuk menyediakan buku pegangan bagi petani, petugas lapangan dan pengusaha yang bergerak dibidang peternakan.

Buku petunjuk teknis ini memberikan informasi tentang Braciaria ruziziensis sebagai pakan ternak kambing, dan juga menjelaskan hijauan pakan ternak Braciaria ruziziensis sebagai pakan kambing.
File fulltext : Download (1.998 Kb)

Selasa, 29 Juli 2014

Bunga Rampai Sistem Integrasi Tanaman-Ternak


Sistem integrasi tanaman-ternak (SITT) merupakan usaha pertanian terpadu yang sangat efisien dan telah menjadi bagian dari budaya bertani masyarakat petani di Indonesia. Kearifan lokal ini perlu terus untuk dikembangkan dan dibina dengan baik sehingga mampu meningkatkan pendapatan petani. Salah satu variasi model integrasi usahatani ini adalah integrasi sapi di lahan perkebunan kelapa sawit (SISKA). Potensi lahan perkebunan sawit yang sangat besar di Indonesia tidak dapat dipungkiri mampu menjadi sumber pakan bagi usaha ternak sapi. Melalui implementasi program SITT berbasis tanaman sawit, diharapkan program nasional menuju swasembada daging sapi dapat terwujud.
Buku Bunga Rampai “Sistem Integrasi Tanaman-Ternak” disusun dengan tujuan untuk menyediakan informasi terkait dengan pengembangan sistem integrasi ternak-tanaman, salah satunya adalah sapi-sawit. Buku ini mencakup berbagai kegiatan penelitian dan pengkajian di beberapa wilayah yang sebagian diantaranya merupakan paper yang sudah dipresentasikan di workshop nasional ”Dinamika dan Keragaan Sistem Integrasi Ternak-Tanaman: Padi, Sawit, Kakao” pada tanggal 10 Agustus 2009 oleh Puslitbang Peternakan, Bogor.

Cover: Download 
Cover Terbitan: Download 
Daftar Isi: Download 
Isi Bunga Rampai: Download (1.786 Kb)
Index Penulis: Download

Senin, 28 Juli 2014

Petunjuk Teknis Budidaya dan pemanfaatan rumput S. Tenotaphrum Secundatum untuk ternak ruminansia


Tanaman pakan ternak (TPT) merupakan komponen yang penting dalam manajemen usaha ternak ruminansia, termasuk kambing. Ketersediaan TPT dalam jumlah cukup dengan kualitas yang baik akan mendukung keberhasilan pengembangan ternak ruminansia. Integrasi TPT di lahan perkebunan sebagai upaya optimalisasi pemanfaatan lahan yang ada membutuhkan jenis TPT yang toleran terhadap naungan untuk dapat tumbuh dengan baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumput Stenotaphrum secundatum dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi ternaungi di dataran rendah beriklim basah yang dilakukan di Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih. Disamping produktivitas yang relatif tinggi, jenis rumput ini disukai oleh ternak kambing dan memiliki taraf kecernaan yang cukup bark. Dengan demikian S.secundatum dapat menjadi jenis rumput pilihan untuk dikembangkan di ekosistem ternaungi seperti perkebunan kelapa maupun karet. Rumput S.secundatum potensial dimanfaatkansebagai pakan ternak kambing.

File fulltext : Download (2.843 Kb)

Minggu, 27 Juli 2014

Buku Panduan Ibadah Qurban dan Aqiqah Bagi Umat Islam Indonesia


Penyelenggaraan Kegiatan Bursa Hewan Qurban atau BHQ di Puslitbang Peternakan dilaksanakan Setiap tahun pada saat menjelang perayaan hari Raya Idul Adha. Pada tahun 2012 ini akan dilaksanakan mulai tanggal 16-26 Oktober 2012 yang merupakan kegiatan BHQ ke 13. Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Puslitbang Peternakan Dan Dinas Pertanian Kota Bogor serta dibantu oleh Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) Kota Bogor.

Penyelenggaraan kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang tata cara penanganan dan pemotongan hewan Qurban, baik secara Syarat medis peternakan dan Veteriner, maupun secara syarat Syariat Agama Islam yang meliputi Aman, Sehat, Utuh, dan Halal ( ASUH ). Demikian pula dengan tata cara pemilihan hewan Kurban yang tepat dan menjadi syarat dan ketentuan dalam pelaksanaan ibadah.
Rangkaian kegiatan BHQ berupa penjualan hewan Qurban ( Sapi, Domba, Kambing ), Sosialisasi tata cara penanganan hewan Qurban, pameran/promosi produk dan teknologi peternakan/veteriner, bazar, dan acara-acara pendukung lainnya.
Diharapkan dengan adanya kegiatan BHQ dan diterbitkannya buku panduan ini, masyarakat ( Umat Islam ) dapat terbantu dalam merayakan Hari Raya Idul Adha. Demikian juga, para peternak dapat terbantu dalam memasarkan hasil usaha peternakannya.
Kepada semua pihak yang telah membantu terselenggaranya kegiatan ini, di ucapkan terimakasih, dan semoga menjadi amal ibadah yang diterima Allah SWT.
File fulltext : Download (1.093 Kb)

Sabtu, 26 Juli 2014

Petunjuk Teknis Ransum Seimbang, Strategi Pakan Pada Sapi Potong


Peningkatan produktivitas sapi potong dalam rangka mendukung program Kecukupan Swasembada Daging 2010,  memerlukan strategi khusus dalam program pemberian pakan, karena biaya pakan pada sebuah usaha peternakan mencapai 70–80% dari biaya operasional usaha. Beberapa strategi yang dapat dilakukan antara lain adalah peningkatan nilai nutrisi baik secara biologi,  pemecahan partikel, suplementasi maupun tatalaksana pemberian pakan yang dapat meningkatkan nilai manfaat dari bahan pakan asal biomas lokal. Buku petunjuk  teknis ini merupakan sebagai salah satu upaya penyebar luasan teknologi tatalaksana pakan untuk mendukung pengembangan dan meningkatkan produktivitas sapi potong.

File fulltext : Download (668 Kb Kb)

Jumat, 25 Juli 2014

Petunjuk Teknis Manajemen Perkawinan Sapi Potong


Dalam rangka menghadapai swasembada daging sapi tahun 2010 diperlukan peningkatan populasi sapi potong secara  nasional dengan cara meningkatkan jumlah kelahiran pedet dan calon induk sapi dalam jumlah besar. Untuk mendukung peningkatan populasi tersebut terutama pada usaha peternakan rakyat  diperlukan suatu teknologi tepat guna spesifik lokasi sesuai dengan kondisi agroekosistem dan kebutuhan pengguna yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan 
kesejahteraan petani. 

Namun dalam usaha ternak sapi potong rakyat masih sering muncul beberapa permasalahan, diantaranya masih terjadi kawin berulang (S/C > 2) dan rendahnya angka kebuntingan (<    %)  sehingga menyebabkan panjangnya jarak beranak pada induk ( > 18 bulan) (Affandhy ., 2006); yang akan  calving interval et al berdampak terhadap rendahnya perkembangan populasi sapi per tahun dan berakibat terjadi penurunan petani dari usaha  income ternak. Salah satu faktor penyebab rendahnya perkembangan populasi sapi adalah manajemen perkawinan yang tidak tepat,  yakni: (1) pola perkawinan yang kurang benar, (2) pengamatan birahi dan waktu kawin tidak tepat, (3) rendahnya kualitas atau kurang tepatnya pemanfaatan  pejantan dalam kawin alam dan  (4) kurang terampilnya beberapa petugas serta (5) rendahnya pengetahuan peternak tentang kawin suntik/IB. Pola  perkawinan menggunakan pejantan alam, petani mengalami kesulitan memperoleh pejantan, apalagi yang berkualitas, sehingga pedet yang dihasilkan  bermutu jelek, bahkan berindikasi adanya kawin keluarga  terutama pada wilayah pengembalaan di inbreeding Indonesia Bagian Timur.

Penurunan efisiensi reproduksi dipengaruhi juga oleh faktor manajemen perkawinan yang tidak sesuai dengan kondisi dan lingkungan sekitarnya, sehinggga  terindikasi terjadinya kawin  yang berulang pada induk sapi potong di tingkat usaha  ternak rakyat yang menyebabkan rendahnya keberhasilan kebuntingan  dan panjangnya jarak beranak. Diperlukan suatu cara atau teknik manajemen perkawinan yang tepat sesuai dengan kehendak petani dengan berdasar pada potensi atau kehidupan sosial  masyarakat pedesaan, yakni teknik kawin suntik dengan IB beku, cair dan pejantan alami yang mantap dan berkesinambungan.

Tujuan pembuatan petunjuk teknis adalah: (1) memberikan informasi kepada petani, khususnya dalam usaha budidaya sapi  potong tentang manajemen perkawinan yang tepat sesuai dengan kondisi ternak dan spesifik lokasi, (2) menambah  keterampilan petugas dan tingkat pengetahuan peternak tentang teknik IB beku, cair dan kawin alam serta (3) meningkatkan  kebuntingan sapi melalui pelaksanaan perkawinan yang benar. Penerapan teknik manajemen perkawinan yang tepat melalui  teknik IB maupun perkawinan alam yang sesuai dengan kondisi setempat diharapkan dapat meningkatkan jumlah kelahiran pedet dan jumlah induk berkualitas yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani dari usaha sapi potong.

File fulltext : Download (902 Kb)

Kamis, 24 Juli 2014

Petunjuk Teknis Perkandangan Sapi Potong


Kebutuhan  daging sapi potong  secara nasional  setiap tahun terjadi peningkatan, akan membawa dampak negatif terhadap  kemampuan produksi dan perkembangan populasinya.  Kema puan produksi daging sapi potong  tahun 2006 mencapai 290,56 ribu ton,  sementara kebutuhan daging sapi mencapai 410,9 ribu ton  dengan tingkat konsumsi sebesar 1,84 kg/kapita/tahun atau mengalami defisit sebesar 29,3 %.   Sedangkan pertumbuhan sapi potong pada   tahun  yang sama mencapai sebesar 1,22 % dari populasi yang diprediksikan  sebesar 10,8 juta, belum mencukupi kebutuhan daging dengan tingkat defisit sebesar 1,6 juta ekor (14,5 %) dari populasi  12,4 juta ekor.

Upaya pemerintah Cq. Dirjen Peternakan telah mencanangkan swasembada daging sapi tahun 2010, dengan predeksi sebesar 90 – 95 % kebutuhan dipasok dalam negeri dan  5 – 10 % impor dari luar negeri.  Untuk mendukung program tersebut diperlukan talaksana pemeliharaan sapi potong melalui inovasi teknologi perkandangan.

Tatalaksana perkandangan merupakan salah satu faktor produksi yang belum   mendapat perhatian dalam usaha peternakan sapi potong  khususnya peternakan  rakyat.  Kontruksi kandang belum sesuai dengan  persyaratan teknis  akan mengganggu produktivitas ternak,  kurang efisien dalam penggunaan tenaga kerja  dan berdampak terhadap lingkungan sekitarnya. Kondisi kandang belum   memberikan keleluasaan, kenyamanan dan kesehatan  bagi ternak. 

Beberapa persyaratan  yang diperlukan dalam mendirikan kandang antara lain (1) memenuhi persyaratan kesehatan ternaknya, (2)  mempunyai ventilasi  yang baik, (3) efisiensi dalam pengelolaan (4) melindungi ternak dari pengaruh iklim dan keamanan kecurian (5) serta  tidak berdampak terhadap  lingkungan sekitarnya.  Konstruksi kandang  harus kuat dan tahan lama, penataan dan perlengkapan kandang  kandang  hendaknya dapat memberikan kenyamaman  kerja   bagi  petugas dalam dalam proses produksi seperti memberi pakan, pembersihan,  pemeriksaan birahi dan penanganan kesehatan. Bentuk dan tipe kandang hendaknya disesuaikan dengan lokasi berdasarkan agroekosistemnya,  pola atau tujuan  pemeliharaan dan  kondisi fisiologis ternak.

Petunjuk teknis perkandangan sapi potong ini memuat  beberapa tipe / macam kandang berdasarkan  bentuk dan fungsinya serta berdasarkan  tujuan atau pola pemeliharaannya.

File fulltext : Download (629 Kb)

Rabu, 23 Juli 2014

Petunjuk Teknis Sistem Perbibitan Sapi Potong


Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor pertanian, karena pada tahun 2003 saja telah mampu menyumbang 66 % atau lebih 350.000 ton dari total produksi daging dalam negeri yang sebesar lebih 530.000 ton. Namun demikian, kemampuan produksi daging sapi dalam negeri tersebut belum mampu mencukupi kebutuhan nasional, sehingga menyebabkan impor sapi hidup, daging sapi maupun jeroan sapi masih terus tinggi. Beberapa permasalahan penyebab keterbatasan produksi daging dalam negeri ini, antara lain adalah : masih tingginya pemotongan sapi yang memiliki kondisi baik dan induk/betina produktif, yaitu mencapai 40 %, menyebabkan terjadinya seleksi negatif yang langsung berdampak terjadinya kecenderungan penurunan mutu genetik sapi; terjadinya  inbreeding karena terbatasnya ketersediaan pejantan unggul, serta penurunan populasi sapi antara lain karena performans reproduksi yang rendah. Kondisi ini harus segera dicarikan solusinya, terlebih untuk mendukung keberhasilan Program Nasional Kecukupan Daging 2010 yang telah dicanangkan oleh pemerintah.

Sapi potong lokal Indonesia  mempunyai keragaman genetik yang cukup besar dan mampu beradaptasi pada kondisi lingkungan tropis yang kering (udara panas dengan kelembaban rendah dan tatalaksana pemeliharaan ekstensif), kuantitas dan kualitas pakan yang terbatas, relatif tahan serangan penyakit tropis dan parasit, serta performans reproduksinya cukup efisien, sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai materi genetik dalam pengembangan sapi potong yang unggul. Oleh karena itu salah satu solusi yang dapat ditempuh untuk memperbaiki produktivitas (produksi dan reproduksi) sekaligus meningkatkan populasi sapi potong, adalah melalui pengembangan komponen teknologi berupa teknik seleksi dan pengaturan perkawinan (untuk mendapatkan sapi bibit), dan tatalaksana pemeliharaan dalam sistem perbibitan sapi potong. Peningkatan produktivitas sapi dapat meningkatkan produksi sehingga menurunkan jumlah sapi yang dipotong, serta menekan kematian ternak (terutama pedet), sehingga akan meningkatkan jumlah populasi; kondisi ini diharapkan akan mampu meningkatkan pendapatan peternak melalui peningkatan efisiensi dan harga jual produksi.

Tujuan penyusunan buku petunjuk teknis ini memberikan gambaran yang lebih benar tentang pola perbibitan sapi potong lokal, baik skala peternakan rakyat maupun skala komersial, melalui  teknik  perbaikan  mutu genetik dan teknik  peningkatan efisiensi  reproduksi.

Teknik perbibitan sapi potong silangan tidak dibahas dalam buku ini, karena arah dan tujuan program persilangan sapi potong di Indonesia masih belum jelas sehingga budidaya nya belum dapat di arahkan ke usaha perbibitan, tetapi masih sekedar menghasilkan sapi silangan untuk dipotong.

Manfaat yang diharapkan dari penyusunan buku petunjuk teknis ini, adalah sebagai salah satu sarana komunikasi yang menghubungkan antara lembaga penelitian sebagai penghasil teknologi dengan peternak dan pengguna lainnya, dalam  rangka  meningkatkan produktivitas sapi potong berkualitas (baik sebagai bakalan untuk usaha penggemukan maupun perbibitan) dan mendukung strategi pengembangan wilayah atau kelompok usaha perbibitan sapi potong.

File fulltext : Download (631 Kb)

Selasa, 22 Juli 2014

Petunjuk Teknis Teknologi Inovasi Pakan Murah Untuk Usaha Pembibitan Sapi Potong


Loka Penelitian Sapi Potong merupakan Unit Pelaksana Teknis Badan Litbang Pertanian yang dibentuk pada tahun 2002, berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Puslitbang Peternakan, mempunyai tugas pokok diantaranya melaksanakan  kegiatan penelitian dan pengembangan  aspek nutrisi, peningkatan mutu, dan pemanfaatan biomas lokal sebagai pakan sapi     ng. Usaha peternakan sapi potong di Indonesia didominasi oleh sistem usaha pemeliharaan induk-anak sebagai penghasil bakalan/ pedet (calf cow operation). Hampir 90 persen usaha ini dilakukan oleh peternak rakyat, pada umumnya belum menerapkan konsep usaha yang  intensif. Usaha ini kurang diminati oleh pemodal karena dianggap secara ekonomis kurang menarik dan dibutuhkan waktu pemeliharaan cukup panjang. Paradigma pembangunan peternakan pada era globalisasi adalah terwujudnya masyarakat yang sehat dan produktif serta kreatif melalui peternakan tangguh berbasis sumber daya lokal. Program aksi untuk mewujudkan swasembada daging sapi pada tahun 2010 antara lain dapat dilakukan melalui kebijakan teknis pegembangan agribisnis sapi pola integrasi tanaman ternak berskala besar dengan pendekatan berkelanjutan dengan biaya murah dan optimalisasi pemanfaatan limbah atau yang dikenal dengan istilah low external input sustainable agriculture  (LEISA) dan zero waste , terutama di wilayah perkebunan. Kegiatan operasional untuk pengembangan usaha perbibitan sapi potong yang murah dan efisien dapat dilakukan  secara terintegrasi dengan perkebunan, tanaman pangan dan memanfaatkan sumber pakan biomas lokal. Melalui inovasi teknologi limbah dan sisa hasil ikutan agroindustri pertanian dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan  sapi yang potensial untuk usaha penggemukan dan pembibitan (Badan Litbang Pertanian, 2005).Bahan pakan asal biomas lokal yang berharga murah pada umumnya bersifat  serta mempunyai keterbatasan kualitas karena kandungan protein, TDN, palatabilitas dan kecernaan yang rendah dapat digunakan secara optimal sebagai pakan basal dan telah terbukti  bulky selain dapat menurunkan biaya ransum juga mampu meningkatkan produktivitas ternak.

Teknologi inovasi “pakan murah” untuk usaha pembibitan sapi potong lokal diharapkan dapat memenuhi target :
1. Menekan kematian pedet pra-sapih kurang dari 3%,
2. Jarak beranak selambat-lambatnya dari 14 bulan,
3. Laju pertambahan bobot badan harian (PBBH) pedet s.d. disapih umur 7 bulan sekurang-kurangnya 0,4 kg,
4. Skor kondisi tubuh (kegemukan) induk selama menyusui dalam kategori sedang .
5. Usaha pembibitan sapi potong lokal dapat memberikan keuntungan ekonomis.
File fulltext : Download (402 Kb)

Senin, 21 Juli 2014

Petunjuk Teknis Pemanfaatan Bensin Sebagai Bahan Pengganti Ekstraksi Pada Analisis Kadar Lemak


Benzene adalah senyawa aromatic,tersederhana, pertama kali diisolasi oleh Michael Farady dari residu berminyak yang tertimbun dalam pipa induk gas di London. Sumber utama adalah benzene alkyl benzena (toluene,xilena,etil benzene) Sampai tahun 1904 benzene diperoleh dari ter batu bara, sekarang diperoleh dari  nafta hasil penyulingan bertingkat petroleum atau 2-gasolin hasil pirolisis solar.

Perkembangan industri pertanian yang pesat, khususnya  industri pakan ternak pada akhir-akhir ini telah mendorong  meningkatnya kebutuhan akan analisis bahan pakan. Analisis lemak kasar merupakan salah satu komponen dari rangkaian analisa proksimat  yang sering dilakukan pada analisis bahan pakan ternak. Analisis lemak kasar dan bagian-bagian lain yang ikut larut dalam pelarut  petroleum benzene, petroleum eter  hexane (trigliserida), phospholipia, asam-asam lemak bebas, sterolsterol, pigmen, karotin, khlorofil dan malam (Sorayah , dan Darwinsyah, 1984). Pada proses analisis lemak diperlukan reagent utama sebagai pengekstrak lemak dari bahan analisis, yaitu petroleum benzine pa. Berdasarkan pengalaman, pengadaan petroleum benzine pa merupakan kendala utama pada analisis lemak kasar karena sulit didapatkan (sekitar empat minggu) dan harganya cukup mahal dibanding bahan kimia lain. Harga per liter petroleum benzine pa dengan titik didih 40 C – 60 C bisa mencapai Rp 694.600,00 (Merck, 2007).

Kenyataan tersebut memicu inisiatif untuk mencari alternatif bahan lain yang mudah didapat dan mempunyai kriteria bahan serta fungsi yang sama dengan petroleum benzine pa Pilihan jatuh pada bensin premium, setelah dilakukan penyulingan terhadap bahan tersebut, hasil penyulingannya kemudian digunakan sebagai pengganti petroleum benzine pa untuk mengekstraksi lemak dan dapat menekan biaya analisis hingga 50 % serta tidak mengurangi kualitas hasil (Sriyana,2005).

Tujuan penulis menyajikan tulisan ini adalah memberika informasi dan mengembangkan teknik penyulingan bensin premium sehingga hasil penyulingannya dapat dimanfaatkan sebagai bahan gekstrak dalam analisis kadar lemak kasar dengan menggunakan metoda
Soxkhlet yang dimodifikasi.

File fulltext : Download (1.093 Kb)

Minggu, 20 Juli 2014

Petunjuk Teknis Pembuatan Kompos Organik Asal Kotoran Sapi


Kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi atau  pelapukan. Selama ini sisa tanaman dan kotoran hewan tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan sebagai pengganti pupuk buatan. Kompos yang baik adalah yang sudah cukup mengalami pelapukan  dan dicirikan oleh warna yang sudah berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah dan sesuai suhu ruang. Proses pembuatan dan pemanfaatan kompos dirasa masih perlu  ditingkatkan agar dapat dimanfaatkan secara lebih efektif, menambah pendapatan peternak dan mengatasi pencemaran lingkungan.

Proses pengomposan adalah proses menurunkan C/N bahan organik hingga sama dengan C/N tanah ( 20). Selama proses  pengomposan, terjadi perubahan-perubahan unsur kimia yaitu : 1) karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak dan lilin menjadi CO  dan H2O,  2) penguraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman.

Kompos merupakan salah satu komponen untuk meningkatkan kesuburan tanah dengan memperbaiki kerusakan fisik tanah akibat  pemakaian pupuk anorganik (kimia) pada tanah secara berlebihan yang berakibat rusaknya struktur tanah dalam jangka waktu lama.

Mengingat pentingnya pupuk kompos dalam memperbaiki struktur tanah dan melambungnya harga pupuk buatan maka perlu disusun buku petunjuk teknis pembuatan kompos organic berbahan kotoran  sapi untuk memudahkan petani dalam memanfaatkan kotoran sapi, sekaligus memproduksi pupuk organic yang akhirnya akan menambah  pendapatan.

File fulltext : Download (315 Kb)

Sabtu, 19 Juli 2014

Petunjuk Teknis Penanganan Gangguan Reproduksi Pada Sapi Potong


Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi potong. Namun kondisi sapi potong di usaha peternakan  rakyat, hingga saat ini sering dijumpai adanya kasus gangguan reproduksi yang ditandai dengan rendahnya fertilitas induk, akibatnya berupa penurunan angka kebuntingan dan jumlah kelahiran pedet, sehingga mempengaruhi penurunan populasi sapi dan pasokan penyediaan daging secara nasional. Perlu dicarikan solusi untuk meningkatkan populasi sapi potong dalam rangka mendukung  kecukupan daging sapi secara nasional tahun 2010.

Gangguan reproduksi yang umum terjadi pada sapi diantaranya: (1) retensio sekundinarium distokia abortus endometritis  (ari-ari tidak keluar), (2) distokia  (kesulitanmelahirkan) (3) abortus  (keguguran), dan (4) kelahiran prematur/sebelum waktunya. Gangguan reproduksi tersebut menyebabkankerugian ekonomi sangat besar bagi petani yang berdampak terhadap penurunan pendapatan peternak; umumnya disebabkan oleh beberapafaktor, diantaranya : (1). penyakit reproduksi, (2) buruknya sistempemeliharaan, (3) tingkat kegagalan kebuntingan dan (4) masih adanyapengulangan inseminasi, yang kemungkinan salah satu penyebabnya adalah adanya gangguan reproduksi; di Sumatera Barat 60 % disebabkan oleh endometritis dan 40 % hormonal

Penanganan gangguan reproduksi ditingkat pelaku usaha peternakan masih kurang, bahkan beberapa peternak terpaksa menjual  sapinya dengan harga yang murah karena ketidaktahuan cara menangani. Perlu pemasyarakatan teknologi inovatif untuk penanggulangan gangguan reproduksi sapi potong, khususnya pada sapi induk usaha perbibitan rakyat dengan harapan sapi induknya produktif sehingga memacu semangat untuk berusaha.

File fulltext : Download (1.093 Kb)

Jumat, 18 Juli 2014

Strategi Penjaringan Calon Bibit Sapi Perah


Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas ternak sapi perah adalah melalui penyediaan bibit ternak unggul. Dalam hal pengadaan bibit, para peternak merasakan sulitnya memperoleh bibit sapi perah yang bermutu, terlebih akhir-akhir ini akibat kenaikan harga susu yang cukup tinggi, sehingga harga sapi perah bibit meningkat cukup tajam . Terbatasnya dana pemerintah tidak memungkinkan untuk melakukan impor bibit sapi perah dalam jumlah banyak . Salah satu sarana untuk memperoleh calon bibit sapi perah balk jantan maupun betina adalah melalui kontes atau pameran ternak . Pelaksanaan kontes ternak dilakukan dalam upaya mencegah penurunan mutu genetik dan meningkatkan mutu genetik ternak secara bertahap, sehingga diperoleh ternak sapi yang memiliki keunggulan sebagai calon bibit . Kegiatan ini juga dapat digunakan sebagai ajang penyuluhan dan penjaringan ternak-ternak berkualitas bibit sesuai dengan bangsa sapi . Pelaksanaan kontes ternak tingkat propinsi dan nasional secara reguler dilakukan dalam rangka menseleksi dan mengamankan calon bibit ternak terbaik yang ada di masyarakat.

Berkaitan dengan hal tersebut, Tim Analisis Kebijakan Puslitbang Peternakan telah menyusun konsep awal strategi penjaringan calon bibit sapi perah di Indonesia . Hal ini dilaksanakan dalam suatu workshop bekerjasama dengan Ditjen Peternakan dan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, tanggal 18 Oktober 2008 . Berbagai pelaku usaha dan instansi terkait ikut terlibat dalam kegiatan ini seperti pengambil kebijakan, akademisi, peneliti, asosiasi dan organisasi profesi serta praktisi usaha sapi perah . Hal ini diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata bagi pengembangan usaha sapi perah di Indonesia, utamanya dalam mewujudkan peningkatan konsumsi susu nasional.

File fulltext : Download (1.613 Kb)

Kamis, 17 Juli 2014

Konsep Pedoman Sistem Integrasi Sapi Di Perkebunan Kelapa Sawit


Permintaan daging sapi nasional terus meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan masyarakat, pertumbuhan penduduk, perubahan gaya hidup dan kesadaran akan gizi seimbang. Hal ini tidak dibarengi dengan ketersediaan pasokan bakalan, sehingga terjadi kekurangan daging sapi di dalam negeri . Salah satu kendala dalam rangka meningkatkan populasi sapi adalah terbatasnya daya dukung alam untuk penanaman hijauan sebagai sumber pakan. Di sisi lain produk samping pertanian dan agroindustri belum dimanfaatkan dengan optimal. Produk samping industri kelapa sawit merupakan pilihan alternatif yang dapat dipergunakan sebagai bahan pakan ternak sapi. Model integrasi sapi di perkebunan kelapa sawit yang telah dikaji oleh Badan Litbang Pertanian sejak tahun 2003 diyakini dapat terus dikembangkan. Dengan demikian sapi merupakan bagian integral dari usaha perkebunan kelapa sawit. Sistem integrasi ini mampu meningkatkan efisiensi biaya tenaga kerja, mengurangi biaya perawatan dan pemupukan, menghemat penggunaan lahan, mengurangi biaya investasi untuk pembangunan jalan dan pengadaan alat transportasi yang dapat meningkatkan kesejahteraan pekebun dan masyarakat di sekitarnya.

Berkaitan dengan hal tersebut, Tim Analisis Kebijakan Puslitbang Peternakan telah menyusun konsep pedoman sistem integrasi sapi di perkebunan kelapa sawit. Hal ini dilaksanakan melalui kegiatan desk study dan
focus group discussion. Konsep ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan/saran rekomendasi bagi tim penyusun Sistem Integrasi Sapi Di Perkebunan Kelapa Sawit yang akan dibentuk oleh Menteri Pertanian. Pada akhirnya, konsep pedoman ini dapat merupakan kontribusi nyata bagi pengembangan usaha sapi potong di perkebunan sawit, utamanya dalam mendukung terwujudnya Program Percepatan Swasembada Daging Sapi (P2SDS).
File fulltext : Download (918 Kb)

Rabu, 16 Juli 2014

Restrukturisasi Sistem Produksi Perunggasan di Indonesia


Revitalisasi pertanian perikanan dan. kehutanan (RPPK) yang telah dicanangkan oleh Presiden RI, pada tanggal  11 Juni 2005 di Jatiluhur, Jawa Barat telah direspon Departemen Pertanian dengan menetapkan 17 komoditas sebagai unggulan, 3 diantaranya merupakan komoditas peternakan yaitu sapi, unggas (ayam ras, ayam kampung dan itik) serta kambing dan domba. Revitalisasi peternakan diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan peternak, menyediakan pangan asal ternak yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) dalam rangka mengurangi tingkat kemiskinan dan membangun SDM berkualitas. Perunggasan di Indonesia merupakan ujung tombak dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi protein hewani, dimana saat ini memberikan kontribusi sebesar 60,73 persen yang diikuti oleh daging sapi sebesar 23,39 persen.

Berdasarkan sistem produksinya, industri perunggasan di Indonesia dibagi ke dalam 4 sektor dengan porsi terbesar jumlah peternak yang terlibat di sektor 3 dan 4. Sektor ini memiliki sebaran yang luas hampir di seluruh wilayah di tanah air. Namun demikian, dibandingkan dengan sektor 1 dan 2, .sektor 3 dan 4 mempunyal kelemahan dalam hal sistem kesehatan hewan, sehingga dengan merebaknya kasus penyakit Flu Burung sejak
pertengahan tahun 2003 sektor ini perlu mendapat perhatian yang serius, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya pengendalian dan pencegahan mewabahnya kasus penyakit Flu Burung yang tak kunjung reda dan dipandang perlu untuk segera dilakukan tata ulang atau restrukturisasi sistem produksi perunggasan di Indonesia.

Berkaitan dengan hal tersebut, Tim Analisis Kebijakan Puslitbang Peternakan telah berhasil menyusun konsep awal restrukturisasi sistem produksi perunggasan di Indonesia. Hal ini dilaksanakan melalui beberapa kegiatan workshop/lokakarya dan diskusi internal serta verifikasi hasil di lapang. Berbagai pelaku usaha dan instansi terkait ikut terlibat dalam kegiatan ini seperti penentu kebijakan, akademisi, asosiasi dan organisasi profesi serta praktisi perunggasan . Hal ini diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata bagi berhasilnya program restrukturisasi sistem produksi perunggasan di Indonesia.

File fulltext : Download (1.093 Kb)

Selasa, 15 Juli 2014

Pemanfaatan Pulau-pulau Kecil untuk Pengembangan Usaha Sapi Potong


Indonesia yang secara geografis terdiri dari ribuan pulau-pulau memiliki manfaat dan keunggulan komparatif spesifik sebagai perintang alami (natural barrier) terhadap peluang penyebaran berbagai macam penyakit hewan menular strategis. Sampai saat ini ribuan pulau-pulau kecil tersebut belum dimanfaatkan dan sangat rawan untuk dikuasai oleh negara lain. Pulau-pulau kecil terluar di wilayah RI terutama yang berbatasan langsung dengan wilayah negara lain mempunyai potensi yang sangat besar ditinjau dari sisi sosial, ekonomi dan budaya serta strategis bagi politik dan pertahanan NKRI .

Di lain pihak, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging sapi yang cenderung terus meningkat, Indonesia telah mengimpor sekitar 400 ribu ekor sapi bakalan dari Australia pada tahun 2006 atau setara dengan Rp . 2 .6 Trilyun. Diperkirakan dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin baik, pada tahun 2020 konsumsi daging sapi akan melonjak sekitar 2-3 kali lipat . Ketergantungan dari negara pengekspor tunggal dapat mengakibatkan harga mudah terdistorsi dan menjadi rentan karena devaluasi nilai rupiah, sehingga nilai impor cenderung terus meningkat. Upaya untuk mencari negara pengekspor sapi selain Australia dan New Zealand perlu dilakukan dengan memperhatikan status Indonesia yang sampai saat ini masih diakui sebagai negara bebas dari penyakit mulut dan kuku. Upaya ini perlu didukung dengan memanfaatkan iptek kesehatan veteriner yang telah dikuasai dan dengan prosedur tetap yang harus dipatuhi, sehingga pulau-pulau kecil dan terluar dapat dipergunakan sebagai screening base dan "kawasan karantina" bagi pengembangan usaha sapi potong.

Berkaitan dengan hal tersebut, Tim Analisis Kebijakan Puslitbang Peternakan telah menyusun konsep awal pemanfaatan pulau-pulau kecil untuk pengembangan usaha sapi potong di Indonesia. Hal ini dilaksanakan melalui kegiatan workshop bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dan Pemerintah Kabupaten Bengkalis disertai dengan verifikasi hasil di lapang. Berbagai pelaku usaha dan instansi terkait ikut terlibat dalam kegiatan ini seperti pengambil kebijakan, akademisi, asosiasi, organisasi profesi dan praktisi usaha sapi potong. Hal ini diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata bagi pengembangan usaha sapi potong di Indonesia, utamanya dalam mewujudkan kecukupan daging sapi pada tahun 2010.

File fulltext : Download (1.548 Kb)

Senin, 14 Juli 2014

Rekomendasi Teknologi Peternakan dan Veteriner mendukung Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) Tahun 2014


Keberhasilan budidaya temak sapi sangat ditentukan oleh mutu bibit, jumlah dan kualitas pakan serta kondisi agroklimat. Pelaksanaan PSDS secara meluas di seluruh wilayah Indonesia memerlukan dukungan pakan optimal yang spesifik di masing-masing lokasi untuk meningkatkan produktivitas serta keberhasilan pengembangan sapi potong . Rekomenasi teknologi ini diharapkan dapat dipergunakan oleh para pelaku usaha, penentu kebijakan dan peternak serta peneliti dan penyuluh di BPTP sebagai pegangan dalam mendukung keberhasilan pelaksanaan PSDS di daerah pengembangan . Penjelasan rinci tentang teknologi alternatif yang tersedia di daerah diharapkan juga bermanfaat untuk dapat digunakan secara optimal.

File fulltext : Download (4.697 Kb)

Minggu, 13 Juli 2014

Pemberdayaan Masyarakat Melalui Model Pengembangan Usaha Sapi Potong


Kebijakan menuju swasembada daging sapi pada tahun 2010 secara resmi telah dinyatakan Pemerintah (cq . Departemen Pertanian) sebagai langkah konkrit tindak lanjut Revitalisasi Pertanian yang telah dicanangkan Presiden pada tanggal 11 Juni 2005 di Jatiluhur, Jawa Barat . Dalam konteks ketahanan pangan, langkah untuk mewujudkan kemandirian dan ketahanan pangan hewani ini perlu segera direalisir . Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa ketergantungan pada impor produk peternakan akan menguras devisa dan melemahkan kemandirian bangsa .

Kurangnya pasokan sapi bakalan merupakan permasalahan utama dalam industri sapi potong di Indonesia, sehingga perlu upaya terhadap intensifikasi program breeding, cow ca/f operation dan penggemukan . Oleh karena itu perlu dicari alternatif model pengembangan usaha sapi potong melalui pola kemitraan dengan sasaran ganda yaitu meningkatkan produksi dan memberdayakan petani dan peternak . Bila saat ini usaha penggemukan lebih bertumpu pada pasokan sapi bakalan impor, ke depan perlu diupayakan untuk mencari penggantinya yang berasal dari sapi lokal . Namun, keberhasilan suatu program harus didasarkan pada kekuatan dan potensi sumberdaya lokal seperti pakan dan bibit . Program ini perlu didukung oleh masyarakat sejak awal dengan mempertimbangkan aspek kearifan lokal yang dikombinasikan dengan aplikasi teknologi inovatif ramah lingkungan . Pendekatan aspek sosial melalui pemberdayaan . masyarakat juga perlu dilakukan karena peningkatan produksi sapi nasional harus searah dengan perbaikan taraf hidup masyarakat untuk dapat hidup lebih sejahtera .

Berkaitan dengan hal tersebut, Tim Analisis Kebijakan Puslitbang Peternakan telah menyusun konsep awal tentang Ill pemberdayaan masyarakat melalui model pengembangan usaha sapi potong . Hal ini dilaksanakan melalui kegiatan diskusi panel bekerjasama dengan Ditjen Peternakan dan Asosiasi di bidang peternakan (APFINDO dan PPSKI) . Diskusi ini diikuti oleh hampir seluruh pengemban kepentingan yang terdiri dari pelaku usaha, pengambil kebijakan dan pimpinan UPT bidang perbibitan, serta para peneliti dan akademisi. Pembicara utama dalam diskusi ini adalah para pelaku usaha yang telah sukses mengembangkan bisnis sapi potong, yang diharapkan dapat menawarkan alternatif model pembangunan sapi potong.

File fulltext : Download (2.021 Kb)

Sabtu, 12 Juli 2014

Petunjuk Teknis Pengelolaan Pakan Dalam Usaha Ternak Kambing


Sebagian besar pengusahaan ternak kambing di Indonesia merupakan usaha peternakan rakyat dengan tingkat penerapan teknologi serta manajemen yang cukup beragam. Keragaman dalam hal intensitas penggunaan maupun pemilihan jenis teknologi dapat disebabkan antara lain
oleh perbedaan agro-ekosistem dimana ternak kambing dipelihara ataupun oleh tingkat pengetahuan serta pengalaman dalam berusaha . Oleh karena itu, adanya sumber informasi yang secara prinsip-teknis dapat menjangkau berbagai kondisi Iingkungan yang beragam diharapkan dapat membantu
meningkatkan penerapan teknologi dan teknis manajemen dalam usaha produksi kambing. Salah satu aspek sangat penting dalam usaha produksi kambing adalah pengelolaan pakan secara efisien .

Buku petunjuk teknis ini secara khusus memuat prinsip dan teknis pengelolaan pakan serta memamparkan berbagai inovasi teknologi pakan yang dapat diterapkan dalam usaha peternakan kambing baik yang dikelola dengan pola peternakan rakyat maupun pengelolaan secara komersial dengan orientasi keuntungan. Aspek manajemen dan teknologi pakan yang dikemukakan dalam buku ini disusun sedemikian rupa sehingga dapat menjangkau berbagai agro-ekosistem yang berbeda.

File fulltext : Download (3.204 Kb)

Jumat, 11 Juli 2014

Petunjuk Teknis Teknologi Pemanfaatan Pakan Berbahan Limbah Hortikultura Untuk Ternak Kambing


Buku ini disusun untuk memberikan informasi kepada para pelaku usaha dan pemerhati peternakan khususnya ternak kambing tentang potensi limbah tanaman hortikultura sebagai sumber pakan dan dalam rangka swasembada daging tahun 2010 .

Potensi limbah tanaman hortikultura sebagai sumber pakan, sampai saat ini berlimpah dan masih belum dimanfaatkan secara optimal . Limbah buah hortikultura antara lain limbah buah markisa, Iimbah buah nenas, dan limbah sayuran lobak, dll . ternyata mempunyai potensi yang sangat baik, baik dari kuantitas, maupun kandungan proten sebagai pakan ternak kambing

File fulltext : Download (2.568 Kb)

Kamis, 10 Juli 2014

Potensi Beberapa Plasma Nutfah Kambing Lokal Indonesia


Pada mulanya penjinakan kambing terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 8000-7000 SM. Kambing yang dipelihara(Capra aegagrushircus) berasal dari 3 kelompok kambing liar yang telah dijinakkan, yaitu bezoar goat atau kambing liar eropa (Capra aegagrus), kambing liar India (Capra aegagrus blithy), dan makhor goat atau kambing makhor di pegunungan Himalaya (Capra falconeri). Sebagian besar kambing yang diternakkan di Asia berasal dari keturunan bezoar.

Ada 8 bangsa ternak kambing lokal di Indonesia yaitu: Kambing Marica, Kambing Samosir, Kambing Muara, Kambing Kosta, Kambing Gembrong, Kambing Peranakan Etawah, Kambing Kacang, Kambing Benggala
Dari delapan bangsa ternak kambing lokal Indonesia yang telah dikarakterisasi yang ternasuk kategori besar adalah kambing Peranakan Ettawah (PE) dan kambing Muara, kambing kategori sedang ádalah kambing Kosta, Gembrong dan Benggala, sedangkan yang termasuk kategori kecil adalah kambing Kacang, kambing Samosir dan kambing Marica. Perlu dilanjutkan penelitian potensi genetik kambing lokal Indonesia, serta upaya eksplorasi/karakterisasi bangsa kambing lainnya yang masih tersebar di wilayah Indonesia. Untuk menghindari beberapa jenis/bangsa kambing lokal Indonesia yang semakin habis atau punah maka sangat diharapkan partisipasi Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga penelitian dan Universitas untuk berupaya melakukan pelestarian potensi genetik Plasma Nutfah Kambing Indonesia.
File fulltext : Download (2.448 Kb)

Rabu, 09 Juli 2014

Akselerasi Implementasi Program Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) Penyusun Untuk Sapi Perah


Salah satu upaya untuk meningkatkan skala usaha yang optimal bagi usaha sapi perah adalah melalui penyediaan bibit sapi perah . Keterbatasan modal dan biaya dalam pengadaan bibit sapi perah menjadi salah satu kendala bagi pelaku usaha seperti koperasi sapi perah . Pemerintah telah mengakomodir fasilitas permodalan dalam mengadakan bibit sapi perah melalui penerbitan Permenkeu Nomor : 131/PMK.05/2009 tentang Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) .Pedoman pelaksanaan hal ini juga telah diatur dalam Permentan Nomor:40/Permentan/ PD .400/9/2009 .

Berkaitan dengan hal tersebut, Tim Analisis Kebijakan Puslitbang Peternakan telah menyusun konsep awal untuk mengakselerasi implementasi KUPS untuk komoditas sapi perah . Suatu dialog interaktif telah dilaksanakan di Bandung pada tanggal 17 Oktober 2009 dalam suatu workshop bekerjasama dengan Lembaga Studi Pembangunan Peternakan Indonesia, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (Jawa Barat) yang didukung oleh Ditjen Peternakan . Berbagai pelaku usaha dan instansi terkait ikut terlibat dalam kegiatan ini seperti perbankan, pengambil kebijakan, akademisi, peneliti, asosiasi dan organisasi profesi serta praktisi usaha sapi perah . Hal ini diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata bagi pengembangan usaha sapi perah di Indonesia.

File fulltext : Download (1.093 Kb)

Selasa, 08 Juli 2014

Peta Potensi dan Sebaran Areal Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia: Sistem Integrasi Sapi-Kelapa Sawit (Siska)


Indonesia dalam dasawarsa terakhir menunjukkan geliat sebagai salah satu negara pemasok utama Crude Palm Oil (CPO) dunia, sebagai bahan baku minyak nabati, bahan makanan, kosmetika, dan bahan lain. Pengelolaan kebun kelapa sawit termasuk padat modal, diantaranya untuk: (1) upah tenaga kerja dalam pengolahan tanah, perawatan tanaman, pemotongan pelepah daun, pengendalian gulma, pemanenan, pengangkutan tandan buah segar (TBS); (2) biaya pengadaan pupuk organik dan anorganik; (3) pengadaan obatobatan  untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman; serta (4) biaya pengadaan benih dan penanaman tanaman penutup tanah (cover crop).

Melalui serangkaian kegiatan penelitian maupun pengembangan yang dilakukan oleh Unit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan, lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, serta beberapa perguruan tinggi; secara nyata menunjukkan bahwa produktivitas dan efisiensi usaha perkebunan kelapa sawit dapat meningkat apabila dikombinasikan dengan usahaternak sapi dan/atau kerbau. Kombinasi usaha perkebunan kelapa sawit dengan usahaternak sapi dilakukan melalui pendekatan “Sistem Integrasi Sapi - Kelapa Sawit” (SISKA). Ternak sapi dan/atau kerbau dapat dimanfaatkan sebagai tenaga kerja mengangkut TBS, penghasil pupuk organik, dan pengendali gulma. Selain itu ternak juga dapat memanfaatkan limbah perkebunan dan industri minyak sawit sebagai pakan ternak menjadi produk (daging
dan ternak) yang bernilai tinggi.

Terkait dengan Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau Tahun 2014 (PSDSK-2014), perkebunan kelapa sawit merupakan alternatif utama untuk pengembangan usahaternak sapi/kerbau. Apabila setiap hektar areal kebun sawit dapat menampung 1-2 ekor sapi/kerbau dewasa, maka dari luasan 8 juta ha tanaman kelapa sawit secara teoritis dapat menampung sapi/kerbau sebanyak 8-16 juta ekor. Suatu potensi pengembangan usahaternak sapi/kerbau yang sangat besar.

Penyusunan peta potensi dan penyebaran areal perkebunan kelapa sawit dimaksudkan sebagai informasi awal untuk pengembangan usahaternak sapi/kerbau lebih lanjut, menurut wilayah administrasi dan lokasi perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit

File fulltext : Download (3.880 Kb)

Senin, 07 Juli 2014

Membangun Sistem Perbenihan dan Pelepasan Tanaman Pakan Ternak


Penelitian pemuliaan hijauan pakan di Indonesia belum dilakukan secara utuh, baru pada taraf introduksi, koleksi dan evaluasi. Padahal untuk menghasilkan varietas unggul yang berdaya saing dan dapat beradaptasi dengan lahan di Indonesia diperlukan penelitiaan pemuliaan yang komperhensif. Selain 'itu kontribusi pemuliaan dalam meningkatkan produktivitas tanaman pakan cukup tinggi dapat mencapai sekitar 63%.
Selain penelitian pemuliaan, sistem perbenihan tanaman pakan pun harus diperhatikan. Karena distribusi dan komersialisasi varietas unggul yang efektif dan efisien adalah melalui industry benih . Untuk memacu kegiatan pemuliaan oleh swasta diperlukan iklim yang kondusif agar tercipta pasar bagi benih dari varietas unggul yang dihasilkan . Hal tersebut dapat dicapai antara lain dengan adanya perlindungan hak kekayaan intelektual (HKI) dalam pemuliaan tanaman terutama untuk jenis tanaman unggul

Munculnya Undang-undang Perlindungan Varietas tanaman (UU-PVT) akan mendorong adanya perlindungan HKI bagi pemuliaan tanaman dan komersialisasi teknologi hasil pertanian . Untuk mengantisipasi tuntutan tersebut, perlu dilakukan harmonisasi antara manajemen pemuliaan dan produksi benih sumber dengan kebijakan komersialisasi dan perlindungan varietas tanaman.

Pelepasan varietas (tanaman pakan temak) unggul merupakan pengakuan negara (c .q .Pemerintah) pada suatu varietas, baik hasil pemuliaan dalam negeri maupun introduksi  Pengakuan ini ditunjukkan dengan suatu pernyataan bahwa varietas yang bersangkutan memiliki keunggulan tertentu dan dapat disebarluaskan . Keunggulan sifat-sifat suatu varietas yang akan dilepas perlu dibuktikan melalui suatu pengkajian daya adaptasi atau uji observasi . Penetapan dan pengakuan varietas tanaman pakan ternak dapat dipandang dari dua sisi yakni sebagai bentuk perlindungan dengan pemberian hak atas kekayaan intelektual bagi penernu varietas hasil pemuliaan dan perlindungan bagi pengguna yakni adanya jaminan mutu dari varietas tanaman pakan ternak yang digunakan . Untuk mendorong terlaksananya hal tersebut, kepada pemulia penemunya dapat diberikan penghargaan oleh negara (pemerintah) serta pemberian hak untuk memberi nama pada temuannya

Buku ini merupakan kajian ilmiah Pengelolaan sumber dayagenetik tanaman pakan ternak, sebagai dasar untuk merumuskan pokok-pokok pikiran terkait dengan pengelolaan sumber daya genetik tanaman pakan ternak yang akan menjadi bahan dan dasar bagi penyusunan peraturan perundang-undangan beserta pedoman teknis maupun prosedur pelepasan varietas tanaman pakan ternak

File fulltext : Download (1.491 Kb)

Minggu, 06 Juli 2014

Upaya Peningkatan Populasi Sapi Betina Produktif di Indonesia


Peningkatan jumlah populasi ternak sapi merupakan target utama yang harus dilaksanakan dalam rangka mendukung program percepatan swasembada daging sapi (P2SDS) di Indonesia. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan adalah upaya meningkatkan populasi sapi betina produktif denganberbagai cara. Undang-undang No.6/67 tentang "Ketentuan ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan" melarang untuk dilakukan pemotongan ternak sapi betina produktif, namun implementasinya perlu diikaji ulang karena menjadi kontra produktif dengan kondisi yang ada di lapang saat ini. Peningkatan jumlah populasi ternak sapi betina ini memang tidak dapat dilakukan dalam jangka pendek, tetapi harus secara bertahap dan dalam jangka panjang dengan program yang jelas

Berkaitan dengan hal tersebut, Tim Analisis Kebijakan Puslitbang Peternakan telah menyusun konsep awal upaya peningkatan populasi sapi betina produktif di Indonesia . Hal ini dilaksanakan melalui kegiatan desk study dan lokakarya bekerjasama dengan Ditjen Peternakan dan Perhimpunan limu Pemuliaan Indonesia (PERIPI) di Jakarta, tanggal 21 April 2008. Berbagai pelaku usaha dan instansi terkait ikut terlibat dalam kegiatan ini seperti pengambil kebijakan, akademisi, peneliti, asosiasi dan organisasi profesi serta praktisi usaha sapi potong. Hal ini diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata bagi pengembangan usaha sapi potong di Indonesia, utamanya dalam mewujudkan swasembada daging sapi
File fulltext : Download (1.699 Kb)

Sabtu, 05 Juli 2014

Sukses Beternak Kambing dan Domba


Buku ini merupakan buku terlengkap yang membahas cara beternak kambing dan domba . Berisi kumpulan berbagai peragaan yang telah digunakan sebagai bahan diskusi antar peternak dan peneliti secara multi disiplin, antara lain: pemuliabiakan dan reproduksi, pakan dan nutrisi, tata laksana, kesehatan hewan serta ekonomi produksi dan pemasaran.

Bahan-bahan yang disajikan dalam buku ini juga merupakan salah satu bagian dari strategi dan metodologi penelitian yang dapat dijadikan dasar bagi para peneliti dan peternak untuk bekerjasama dalam mengembangkan dan menguji suatu hasil inovasi teknologi pertanian.

Buku yang berharga ini juga diharapkan dapat membantu dan memberikan informasi peternak berskala kecil dan dinas peternakan dalam berbagai usaha ke arah peningkatan produksi kambing dan domba.


File Download:
Cover, Kata Pengantar, Daftar Isi (290 Kb)
Pendahuluan (113 Kb)
Pemuliabiakan (1.513 Kb)
Manajemen Pemeliharaan (1.315 Kb)
Manajemen Pemberian Pakan (1.056 Kb)
Kesehatan (1.156 Kb)
Ekonomi (1.156 Kb)

Fullteks (7.160 Kb)

Jumat, 04 Juli 2014

Panduan Karakterisasi Ternak Itik


Sumber daya genetik ternak (SDG-T) sebagai kekayaan nasional perlu dilestarikan dan dimanfaatkan guna menunjang peningkatan produksi ternak. Pengelolaan SDG-T menjadi tanggung jawab semua pihak, balk pemerintah, swasta maupun masyarakat luas . Pelestarian SDG-T dapat dilakukan bersamaan dengan pemanfaatannya . Pengelolaan SDG-T dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bersama UPT di bawahnya, yaitu Balai Penelitian Ternak, Loka Penelitian Kambing Potong dan Loka Penelitian Sapi Potong .

Karakterisasi dan evaluasi merupakan rangkaian kegiatan pengelolaan sumberdaya genetik untuk mengetahui potensi sifatsifat yang dimiliki agar dapat dimanfaatkan dalam program pemuliaan . Karakterisasi SDG-T dilakukan terhadap sifat-sifat morfologi kualitatif, kuantitatif, produktivitas, jarak genetik, ataupun polimorphisme darah .

Buku panduan Karakterisasi Ternak Itik disusun berdasarkan gabungan beberapa pustaka, mengingat bahwa terdapat cukup banyak sumberdaya genetik itik di Indonesia dengan potensi yang belum semua diketahui dan dimanfaatkan . Sehubungan dengan hal itu Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan menyusun Buku Panduan Karakterisasi Ternak Itik ini .

Diharapkan buku ini dapat bermanfaat bagi yang berkepentingan, sebagai acuan bagi para penyusun karakterisasi ternak itik untuk menunjang kegiatan pengelolaan SDG-T .

Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk keberlanjutan pengelolaan sumberdaya genetik ternak .

File fulltext : Download (1.699 Kb)

Kamis, 03 Juli 2014

Kajian Impor Bibit Sapi Potong dari Wilayah Tertular Penyakit Mulut dan Kuku


Upaya pemerintah untuk mengurangi impor sapi potong telah dilakukan dengan membuat cetak biru "Program Swasembada Daging Sapi PSDS tahun 2014  Untuk mensukseskan PSDS 2014 diperlukan tambahan bibit sapi potong sebanyak 1 juta ekor dalam kurun waktu lima tahun atau sebanyak  200 ribu ekor tahun Kebutuhan ini dapat dipenuhi melalui peningkatan produktivitas dan reproduktivitas sapi potong lokal dan atau dengan cara yang Iebih cepat lagi dengan mengimpor sapi bibit dari luar negeri Dalam UU No 18/2009 pasal 15 , impor sapi bibit dalam rangka meningkatkan mutu dan keragaman genetik guna memenuhi kekurangan bibit ternak importasi sumber daya genetik SDG sapi potong dapat dilakukan dengan prinsip dan pendekatan kehati hatian agar memenuhi persyaratari mutu dan kesehatan hewan sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku Melalui impor sapi bibit bukan saja menambah populasi ternak sapi potong tetapi juga mendapatkan sapi bibit yang bermutu tinggi untuk perbaikan mutu genetik sapi lokal.

Dalam upaya mendukung program tersebut Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan melalui tim Analisis Kebijakan telah melakukan dua kali kegiatan Iokakarya diskusi ilmiah meliputi : (1) Rountable Discussion: Impor Bibit Sapi Potong Terkait dengan Status Penyakit Mulut dan Kuku PMK dan Bovine Spongiform Encephalopathy BSE ; (2)  Rountable discussion: Kajian Teknis dan Analisis Kebijakan Impor Bibit Sapi Potong Bibit dari Negara Tertular PMK Hasil dari kedua diskusi tersebut dirangkum dalam buku ini
Ucapan terima kasih yang sebesar besarnya disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu hingga selesainya dokumen ini Buku ini merupakan dokumen dinamis yang dirasakan masih jauh dari sempurna sehingga masukan dan saran yang bermanfaat guna meningkatkan kualitas sangat diharapkan Semoga buku ini dapat berguna bagi para pembaca untuk implementasi program usaha sapi potong di masa masa yang akan datang.
File fulltext : Download (904 Kb)

Rabu, 02 Juli 2014

Penetapan dan Pengakuan Rumpun dan Galur Ternak Mendukung Sistem Perbibitan Ternak Nasional yang Berdayasaing dan Berkelanjutan




Penetapan dan Pengakuan Rumpun dan Galur Ternak Mendukung Sistem Perbibitan Ternak Nasional yang Berdayasaing dan Berkelanjutan
File fulltext : Download (2.412 Kb)

Selasa, 01 Juli 2014

Sistem Integrasi Tanaman-Ternak di Lahan Kering





Sistem Integrasi Tanaman-Ternak di Lahan Kering
Sumber : BPTP Jogyakarta
File fulltext : Download (1.922 Kb)

 
Perpustakaan Puslitbangnak