Minggu, 31 Agustus 2014

Kajian Status Virus AI (Avian Influenzae) pada Unggas di Indonesia dan Kaitannya dengan Kejadian Flu Burung Terkini pada Manusia


Segala puji hanya kepada Allah Azza Wa Jalla atas diterbitkannya Booklet dengan judulKajian Status Virus AI (Avian Influenzae) pada Unggas di Indonesia dan Kaitannya dengan Kejadian Flu Burung Terkini pada Manusia oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.

Dalam rangka pembangunan peternakan dan kesehatan hewan, aspek penyakit hewan terutama zoonosis sangat mendapat perhatian dari Pemerintah Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pengendalian Zoonosis dan ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Koordinasi Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia selaku Ketua Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis Nomor 28 Tahun 2012 tentang Rencana Strategis Nasional (Renstranas) Pengendalian Zoonosis Terpadu Tahun 2012-2017. Renstranas ini disusun oleh seluruh Kementerian/lembaga yang menjadi anggota Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis (KNPZ) yang difasilitasi oleh Bappenas.

Beberapa rapat koordinasi KNPZ telah disepakati oleh Kementerian Pertanian dan Kementerian Kesehatan bahwa terdapat beberapa penyakit prioritas yang penanganan/ pengendaliannya dilaksanakan secara terpadu. Salah satu penyakit tersebut adalah Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) pada unggas atau Flu Burung (FB) yang secara kumulatif merupakan yang tertinggi di dunia dan bahkan dikuatirkan Indonesia akan menjadi sumber episentrum pandemi FB di dunia. Sehubungan dengan hal tersebut dan mempertimbangkan bahwa virus influenza secara alami dan konsisten melakukan mutasi, maka Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan telah melaksanakan suatu diskusi tentang "Kajian Status Virus Avian Influenza pada Unggas di Indonesia dan Kaitannya dengan Kejadian Flu Burung Terkini pada Manusia". Hasil diskusi ini selanjutnya didokumentasikan pada buku ini.

Ucapan terimakasih dihaturkan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi pada diskusi dan penyusunan buku ini . Berbagai masukan konstruktif untuk penyempurnaan buku ini sangat diharapkan dan semoga buku ini bermanfaat dalam pengendalian HPAI pada unggas dan/atau penanganan FB pada manusia.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Dr. Ir. Haryono, MSc
File fulltext : Download (1.325 Kb)

Sabtu, 30 Agustus 2014

Pengembangan Struktur Kemitraan Industri Susu Usaha Kecil Menengah Menuju Masyarakat ASEAN 2015


Susu merupakan komoditas strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan bergizi bagi masyarakat . Rantai tataniaga meliputi susu segar yang dihasilkan peternak, dikirim ke tempat pengumpulan susu, menuju koperasi dan sampai ke industri susu untuk diolah lebih lanjut. Pelaksanaan pola kemitraan yang bersifat parsial maupun komprehensif masih mengalami beberapa kendala, utamanya terkait dengan insentif harga. Penentuan harga susu yang atraktif perlu mendapatkan perhatian, sehingga jaminan usaha bagi peternak dan usaha kecil menengah yang menguntungkan secara ekonomi dapat dicapai. Hal ini dapat menjadi tantangan dalam menghadapi pasar tunggal terintegrasi menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 .

Usaha sapi perah di Indonesia sebagian besar didominasi oleh peternakan rakyat, dimana Pulau Jawa masih terus menjadi wilayah utama usaha sapi perah yang mencakup 99% dari produksi susu nasional pada tahun 2012. Di luar Pulau Jawa, jumlah populasi sapi perah yang terbanyak berada di wilayah Sulawesi Selatan (Kabupaten Enrekang, Sinjai dan Sidrap), diikuti oleh Sumatera Utara (Medan, Deli Serdang, Langkat, Karo dan Simalungun) serta Sumatera Barat(Padangpanjang dan Pariaman). Pengembangan usaha sapi perah diluar Pulau Jawa harus terus didorong, seiring dengan promosi konsumsi berbasis susu segar melalui program pendidikan bagi anak usia sekolah.

Sehubungan dengan hal tersebut, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan menugaskan Tim Kajian Antisipatif dan Responsif Kebijakan Strategis Peternakan dan Veteriner untuk menyelenggarakan roundtable discussion yang bertemakan 'Pengembangan Struktur Kemitraan Industri Susu Usaha Kecil Menengah Menuju Masyarakat ASEAN 2015'. Diskusi ini berlangsung pada tanggal 2 Mei 2013 di Bogor dengan melibatkan para pakar, praktisi dan pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah serta stakeholders terkait di bidang industri persusuan nasional .Hasil diskusi dirangkum dalam booklet ini agar dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak terkait dengan saran dan rekomendasi tindak lanjutnya yang perlu dilakukan oleh berbagai pihak.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah terlibat secara langsung maupun tidak langsung sehingga acara ini terselenggara dengan baik. Semoga buku ini bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan.


Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Dr. Ir. Haryono, MSc
Cover : Download (97 Kb)
File fulltext : Cover Dalam Bag. I -- Download (141 Kb) Isi Bag. II -- Download (1.417 Kb)

Jumat, 29 Agustus 2014

Hijauan Pakan Ternak untuk Lahan Sub-optimal


Hijauan pakan merupakan salah satu faktor pembatas perkembangan ternak yang perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Bagi wilayah-wilayah dimana tidak ada kendala agroekosistem, ketersediaan hijauan pakan bukan merupakan kendala. Namun bagi wilayah-wilayah dengan kondisi sub-optimal, hijauan pakan tidak bisa tersedia setiap saat. Kondisi agroekosistem sub-optimal bisa dalam hal kondisi lahan, bisa jugakondisi iklim.

Di dalam buku Hijauan Pakan Ternak untuk Lahan Sub-Optimal di Indonesia ini dibahas spesies-spesies tanaman, pakan yang toleran untuk kondisi lahan sub-optimal, seperti lahan kering iklim kering, lahan gambut, lahan rawa, dan lahan bekas tambang yang selama ini tidak bisa atau sulit untuk dimanfaatkan untuk pertanian tanaman pangan. Dengan demikian, buku ini diharapkan akan bermanfaat bagi para petani-peternak dan penyuluh pada agroekosistem sub-optimal.

Buku Hijauan Pakan Ternak untuk Lahan Sub-Optimal ini diharapkan petani-peternak dapat meningkatkan pengetahuan tentang hijauan pakan, khususnya yang tumbuh di wilayahnya masing-masing. Bagi para peneliti di lingkungan Badan LitbangPertanian, buku ini dapat menjadi referensi dalam melakukan penelitian atau pengkajian.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Dr. Ir. Haryono, MSc

Cover : Download (717 Kb) - File fulltext : Download (2.857 Kb)

Kamis, 28 Agustus 2014

Rencana Aksi Global Sumber Daya Genetik Ternak dan Deklarasi Interlaken


Pada bulan September 2007, Komunitas Internasional telah mengadopsi Rencana Aksi Global untuk Sumber Daya Genetik Ternak, yang terdiri dari 23 Prioritas Strategi yang dimaksudkan untuk 1) Melawan erosi keragaman genetik ternak dan 2) Memanfaatkan sumber daya genetik ternak secara berkelanjutan. Implementasi Rencana Aksi Global secara nyata akan menyumbang pencapaian target Millennium Development Goals 1 (untuk menghapus kemiskinan dan kelaparan) dan sasaran MDG 7 (untuk memastikan lingkungan yang berkelanjutan).

Rencana Aksi Global atau Global Plan of Action (GPA) merupakan titik puncak dari suatu proses panjang yang melibatkan 169 negara. GPA diadopsi oleh 109 negara delegasi pada Konferensi Teknis Internasional Sumber Daya Genetik Ternak untuk Pangan dan Pertanian, yang diselenggarakan di Interlaken, Switzerland, tanggal 3-7 September 2007. Konferensi tersebut juga mengadopsi Deklarasi Interlaken tentang Sumber Daya Genetik Ternak, dimana dikonfirmasikan tanggung jawab individu dan tanggung jawab bersama untuk konservasi, pemanfaatan berkelanjutan dan pembangunan sumberdaya genetik ternak untuk pangan dan pertanian; untuk keamanan pangan dunia; untuk meningkatkan status nutrisi manusia; dan untuk pembangunan pedesaan. Negara-negara tersebut berkomitmen untuk memfasilitasi akses terhadap sumber daya genetik ternak diperlukan guna mendapatkan akses terhadap sumber daya ini, dan memastikan pembagian keuntungan yang seimbang dan adil dalam pemanfaatannya.

Kita telah mewarisi kekayaan luar biasa dan keragaman sumber daya genetik ternak (SDGT) dari generasi sebelum kita, di seluruh penjuru dunia, dan harus menghormatinya, seperti hal yang dilakukan Charles Darwin, ketika pada tahun 1868 dia menulis "ketrampilan utama dan ketekunan yang ditunjukkan oleh orang/individu yang telah mewariskan peninggalan yang abadi dari kesuksesannya yang tampak dari status terkini ternak yang telah didomestikasi". Ternak-ternak yang ada sekarang ini akan menemani langkah ke depan, ke dalam kisaran iklim yang luas dan ekosistem yang ada, dimana mereka membuktikan diri untuk dapat beradaptasi dengan baik. Sekarang, dengan kebutuhan populasi manusia yang semakin bertambah, perubahan keinginan konsumen, dan banyaknya tantangan akibat perubahan iklim dan munculnya berbagai penyakit, kita perlu, sekali lagi, waspada terhadap adaptabilitas dan potensi ini untuk menghadapi ketidakpastian di masa mendatang. Membiarkan sumber daya genetik ini akan hilang tanpa usaha sama sekali tidak akan dihargai baik oleh generasi terdahulu maupun generasi masa mendatang. Deklarasi Interlaken untuk Sumber Daya Genetik Ternak (SDGT) meminta untuk dilaksanakannya aksi guna mencegah kehilangan ini dan merekomendasikan Rencana Aksi Global sebagai alat yang tepat untuk menangani tantangan ini. Pemerintah harus sudah dapat menunjukkan keinginan politik yang berkesinambungan dan mengerahkan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan Rencana Aksi Gobal tersebut dengan keberhasilan yang tinggi. Hal ini memerlukan kerjasama internasional dan regional yang kuat, PBB dan organisasi internasional lainnya, komunitas ilmiah, donor, masyarakat sipil dan pihak wasta semuanya mempunyai peran penting. Lebih dari itu, terdapat praktek moral dan tindakan nyata yang menyiapkan dukungan bagi pemelihara ternak dan pemulia, yang merupakan penjaga dari keragaman sumber daya genetik ternak dunia, terutama di negara berkembang dan yang bergantung pada keberadaan SDGT untuk kehidupannya. Peran dan kebutuhan mereka tidak dapat diabaikan, apabila Rencana Aksi Global
ini ingin berhasil dilaksanakan.

Deklarasi Interlaken tentang SDGT mengenali bahwa terdapat kesenjangan yang nyata dan kelemahan dalam kapasitas nasional dan internasional untuk melaksanakan inventarisasi, monitoring, karakterisasi, pemanfaatan berkelanjutan, pembangunan dan konservasi SDGT, yang perlu diperhatikan dengan segera. Perlu pula memperhatikan pengerahan sumber pendanaan dan dukungan jangka panjang untuk program SDGT nasional dan internasional.

Sesudah terobosan bersejarah dihasilkan oleh Dekarasi Interlaken, haruslah dipertahankan saat yang tepat dan bergerak maju secara bersama-sama melalui berbagai lini. Kapasitas teknis, terutama di Negara berkembang, harus lebih diperkuat; program nasional dan kebijakan untuk pemanfaatan dan pembangunan SDGT berkelanjutan, konservasi dan karakterisasi (SDGT) harus selalu ditegakkan atau diperkuat; dan kerangka kebijakan yang efektif untuk sumber daya genetik secara perlahan dibangun dalam suatu sistem yang merefleksikan karakteristik yang spesifik sumber daya ini dan kebutuhan yang nyata bagi para pemulia ternak dan pemelihara ternak di seluruh dunia. FAO memastikan bahwa untuk pelaksanaan Rencana Aski Global untuk Sumber Daya Genetik Ternak, Komisi Sumber Daya Genetik untuk Pangan dan Pertanian dari PBB akan mengarahkan dan memantau kemajuan kegiatan ini.

Saya meminta komunitas internasional untuk menggabungkan kekuatan dalam pelayanan warisan
dunia tentang sumber daya genetik ternak dan memastikan keberhasilan Rencana Aksi Global untuk
Sumber Daya Genetik Ternak.

Cover : Download (850 Kb)
Daftar Isi : Download (90 Kb) - File fulltext : Download (1.696 Kb)

Rabu, 27 Agustus 2014

Sistem Pembibitan Sapi Potong dengan Kandang Kelompok Model Litbangtan


Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala hidayah dan inayah-Nya sehingga dapat diselesaikan buku Sistem Pembibitan Sapi Potong dengan Kandang Kelompok ”Model Litbangtan”, untuk mendukung kegiatan Program Swasembada Daging sapi dan Kerbau (PSDSK) tahun 2014.

Tujuan pembuatan buku ini, adalah: (1) memberikan informasi kepada petani, tentang usaha perbibitan sapi potong lokal rakyat; (2) menambah keterampilan petugas dan tingkat pengetahuan peternak tentang teknik usaha perbibitan; (3) memperpendek jarak beranak (calving interval) melalui sistem perkandangan “Model Litbangtan”; dan (4) cara pembuatan dan kebutuhan pakan, perbibitan dan perkandangan pada sapi potong. Apresiasi di sampaikan kepada peneliti Loka Penelitian Sapi Potong yang telah menyusun dan menyiapkan buku ini.
Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pengguna yang membutuhkannya sebagai bahan informasi dan pedoman dalam usaha perbibitan sapi potong lokal.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Dr. Ir. Haryono, MSc
Cover : Download (2.528 Kb) - File fulltext : Download (3.028 Kb)

Selasa, 26 Agustus 2014

Sumber Daya Genetika Tanaman Pakan Ternak Adaptif Lahan Kritis


P
erkembangan usaha peternakan di Indonesia khususnya ternak ruminansia tidak terlepas dari ketersedian pakannya terutama hijuan pakan ternak. Oleh karena itu, hijauan pakan ternak salah satu factor pembatas keberhasilan  sub sector peternakan yang perlu dikelola dengan baik. Keberhasilan sumber daya genetika Tanaman Pakan Ternak yang dimiliki Badab Litbang Pertanian perlu dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan produktivitas pertanian umumnya dan peternakan pada khususnya.

Buku Sumber Daya Genetika Tanaman Pakan Ternak Adatif Lahan Kritis ini diterbitkan antara lain untuk mendukung program PSDS/K yang sedang dilaksanakan oleh Badan Litbang Pertanian untuk memenuhi kebutuhan daging nasional, dan untuk meminimalkan degradasi lahan pertanian, daerah aliran sungai (DAS) maupun bekas area pertambangan, dan daerah marginal lainnya akibat konversi lahan dan kegiatan antropogenik lainnya. Dengan demikian buku ini akan sangat bermanfaat sebagai acuan bagi para pihak yang terkait dalam produksi ternak, pengelola DAS, sector kehutanan, pengelola sector pertambangan, petani-peternak dan para pemandu teknologi di dalam upanyanya memberikan pelayanan kepada para petani-peternak,
Dengan diterbitkannya buku Sumberdaya Genetika Tanaman Pakan Ternak Adatif Lahan Kritis, pemahaman para pengelola para pihak tersebut mengenai hijauan pakan akan lebih baik sehingga mereka akan lebih mampu memfasilitasi kebutuhan sesuai sub-sektor masing-masing akan pengetahuan tentang hijauan pakan, khususnya yang tumbuh di wilayah lahan kritis. Diharapkan agar buku ini dapat menjadi acuan dalam menuju pertanian yang berwawasan lingkungan.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Dr. Ir. Haryono, MSc
Cover : Download (238 Kb) - File fulltext : Download (6.834 Kb)

Senin, 25 Agustus 2014

Seratus Tahun Bbalitvet 1908-2012


Buku berjudul SERATUS TAHUN BALAI BESAR PENELITIAN VETERINER (EDISI KEDUA) disusun dalam rangka menambah informasi dari buku terdahulu yang berjudul ”Seratus Tahun Balai Besar Penelitian Veteriner” terbitan tahun 2008 yang telah diterbitkan dalam rangka memperingati hari ulang tahun Balai Besar Penelitian Veteriner (BBalitvet). Buku ini dilengkapi dengan data dan informasi terkini sesuai dengan perkembangan yang ada di Bbalitvet hingga tahun 2012.

Dalam memperingati satu abad keberadaan Bbalitvet, buku ini memberikan kilas balik sejarah pendirian Bbalitvet hingga dapat melewati kurun waktu yang lama dan napak tilas serta peranan Bbalitvet dalam menghadapi berbagai situasi dan pergantian jaman. Usia satu abad bagi suatu institusi sudah cukup matang dan seyogianya membuat Bbalitvet lebih mapan dalam melakukan tugas penelitian, khususnya di bidang veteriner. Dalam menyongsong era globalisasi dan perkembangan IPTEK yang sangat pesat, maka Bbalitvet juga harus tetap tegar dan terus menerus melakukan perbaikan dan pengkataan dengan didukung oleh sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan penelitian bidang veteriner yang penuh dengan berbagai tantangan dan kendala.

Buku ini mengupas perkembangan Bbalitvet secara kronologis sesuai dengan perjalanan sejarah dan waktu, didukung oleh data berdasarkan sumber tertulis berupa publikasi maupun data lainnya. Informasi yang disajikan meliputi empat periodik yaitu Masa Prakemerdekan (Masa Kolonial Belanda dan Jepang), Masa Kemerdekaan (1945 – 1969), Masa Pembangunan (1970 –1997), dan Masa Reformasi (1998 hingga sekarang). Pembahasan juga dilengkapi dengan tantangan, peluang dan kesempatan yang akan dihadapi oleh Bbalitvet dalam mengisi abad ke-21 ini.

Informasi yang tidak kalah pentingnya adalah kegiatan penelitian yang telah dilakukan serta temuan dan teknologi unggulan yang telah diperoleh, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Perkembangan yang menyangkut pembangunan  sarana dan prasarana, serta pengembangan Sumber Daya Manusia terutama yang terkait dengan Biosafety dan Biosecurity juga disampaikan secara lengkap. Di tahun 2008, Bbalitvet telah memiliki kebanggaan tersendiri yaitu Laboratorium Zoonosis yang setara dengan BSL-3 dan Laboratorium Moduler BSL-3 yang didatangkan langsung dari Amerika.

Semoga buku yang berisi kilas balik ini dapat menjadi cermin untuk meningkatkan peran dan kinerja Bbalitvet dimasa yang akan datang


Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Dr. Ir. Haryono, MSc
Cover : Download (238 Kb)
File fulltext : 100 Tahun Bbalitvet Bag. I -- Download (3.231 Kb)  Bag. II -- Download (5.717 Kb)

Minggu, 24 Agustus 2014

Pengolahan dan Pemanfaatan Hasil Samping Industri Sawit sebagai Bahan Pakan


Buku ini disusun sebagai salah satu upaya untuk memperkecil jarak antara teknologi yang dihasilkan melalui penelitian dengan praktek penerapannya di tingkat peternak atau industry peternakan. Banyak penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti di dalam maupun di luar negeri tentang penggunaan hasil samping industri sawit sebagai bahan pakan, namun penerapan hasil penelitian tersebut di tingkat peternak atau industry peternakan di Indonesia masih sangat terbatas. Sebagai Negara penghasil sawit terbesar di dunia, selayaknyalah kita memberi perhatian terhadap produk utama dan hasil sampingnya agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dengan cara yangbenar dan baik.

Semua informasi yang diuraikan di dalam buku ini bersumber dari hasil-hasil penelitian yang dilakukan di beberapa negara, terutama Indonesia, Malaysia dan Nigeria yang kita kenal sebagai negara utama penghasil sawit di dunia. Dari uraian yang disampaikan terlihat bahwa hampir semua hasil samping dari industri sawit, mulai dari pelepah, daun, serat perasan buah, lumpur sawit atau solid decanter dan bungkil inti sawit sudah diteliti dan dapat digunakan sebagai bahan pakan. Memang terdapat beberapa hal yang merupakan pembatas dalam penggunaan hasil samping tersebut. Namun, beberapa teknologi sudah dihasilkan untuk mengurangi kendala tersebut, sehingga hasil samping tersebut mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dan dapat digunakan sebagai bahan pakan.
Buku ini diharapkan bisa menjadi penuntun bagi pembaca dalam memanfaatkan hasil samping industri sawit sebagai bahan pakan ternak ruminansia maupun non-ruminansia. Dengan pemanfaatan hasil samping industri sawit yang merupakan produksi dalam negeri, diharapkan peternak dapat menekan biaya pakan yang terus meningkat dan meningkatkan keuntungan berusaha. Bagi peneliti atau perekayasa, buku ini diharapkan sebagai bahan acuan untuk untuk lebih memahami aspek-aspek yang berkaitan dengan hasil samping industry sawit agar dapat melahirkan inovasi.
Apresiasi disampaikan kepada tim penyusun yang telah berhasil menyelesaikan buku ini dengansebaik-baiknya. Semoga buku ini dapat bermanfaat serta dapat dijadikan acuan untuk implementasi kebijakan lebih lanjut
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Dr. Ir. Haryono, MSc
Cover : Download (464 Kb) - File fulltext : Download (3.058 Kb)

Sabtu, 23 Agustus 2014

Rumpun Kambing Kacang di Indonesia


Sumber Daya Genetik Ternak (SDGT) kambing Kacang yang ada di Indonesia memiliki keunggulan kompetitif dapat beradaptasi pada kondisi lingkungan yang terbatas dan mempunyai laju reproduksi yang baik. Namun, upaya pelestarian dan pemanfaatan kambing Kacang ini masih terbatas. Maraknya perkawinan silang antara kambing Kacang dengan rumpun kambing lainnya menyebabkan terjadinya degradasi genetik yang akhirnya dapat menyebabkan kepunahan SDG kambing Kacang. Guna sebagai melindungi rumpun dan/atau galur ternak salah satu bentuk dari perlindungan hak atas kekayaan intelektual, diperlukan adanya penetapan dan pengakuan terhadap rumpun kambing Kacang sebagai kambing lokal Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, Puslitbang Peternakan telah mengusulkan penetapan rumpun kambing Kacang kepada Menteri Pertanian dengan mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Ternak. Langkah ini dilakukan selain untuk mendapatkan legalitas formal secara nasional maupun internasional, juga sebagai upaya melestarikan SDGT agar pemanfaatannya dapat dilakukan secara berkelanjutan. Saat ini kambing Kacang telah ditetapkan sebagai Rumpun kambing Kacang berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor 2840/Kpts/LB.430/8/2012.

Apresiasi disampaikan kepada tim penyusun dan penyunting, yaitu Dr. Ir. Aron Batubara, MSc.; Ir. Fera Mahmilia, MP.; Prof. Dr. Ir. Subandriyo, MSc.; Prof. Dr. Ir. Ismeth Inounu, MS; Dr. Bess Tiesnamurti; Dr. Ir. Anneke Angraeni, MSc.; Dr. Ir. Endang Romjali, MSc.; dan Hasanatun Hasinah, SPt., MP, yang telah dapat menyelesaikan penyusunan buku Rumpun Kambing Kacang di Indonesia ini dengan sebaik-baiknya. Buku Rumpun Kambing Kacang di Indonesia ini disusun untuk melengkapi SK penetapan rumpun atau galur ternak khususnya kambing Kacang di Indonesia.
Semoga buku ini bermanfaat dan dapat menjadi acuan untuk implementasi kebijakan lebih lanjut.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Dr. Ir. Haryono, MSc

Cover : Download (2.432 Kb) -   File fulltext : Download (1.121 Kb)

Jumat, 22 Agustus 2014

Panduan Budidaya Dan Usaha Ternak Itik


Panduan ini ditulis dalam rangka kegiatan Prima Tani Balai Penelitian Ternak tahun 2009 untuk mendorong percepatan diseminasi teknologi hasil penelitian agar dapat segera berdaya guna dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Petunjukpetunjuk teknis yang disampaikan dalam Panduan ini diharapkan dapat membantu pengguna langsung maupun pengguna antara diberbagai daerah di Indonesia yang berpotensi untuk pengembangan usaha ternak itik baik sebagai produksi telur maupun daging. Teknologi-teknologi yang disajikan sebagian besar merupakan hasil penelitian para peneliti di Balai Penelitian Ternak Ciawi-Bogor, dan sebagian lagi merupakan adaptasi berbagai informasi yang terkumpul dari berbagai wilayah dan peternak yang telah berhasil dalam pengembangan usaha ternak itik.
Mudah-mudahan isi Panduan ini dapat digunakan sesuai kebutuhan di lapang dan bermanfaat dalam mendorong peningkatan kesejahteraan para peternak. Disadari bahwa Panduan ini masih jauh dari sempurna, dan oleh karena itu saran, kritik serta masukan bagi penyempurnaan isi Panduan ini sangat diharapkan.
File fulltext : Download (832 Kb)

Kamis, 21 Agustus 2014

Petunjuk Teknis Beternak Kambing Perah


Kunci sukses dalam beternak kambing perah adalah disamping kesenangan terhadap ternak kambing itu sendiri, juga kedisiplinan dalam penerapan teknologi, mengetahui informasi pasar untuk memasarkan produk merupakan hal yang wajib dipahami. Informasi tentang Petunjuk Teknis Beternak Kambing Perah ini mengupas secara tuntas dari permasalahan mengapa berternak kambing perah, kandang dan peralatan kandang, pemilihan bibit kambing perah, pakan dan pemberian pakan, reproduksi, pemerahan, dan penyakit pada kambing. Bagi anda yang mengelola peternakan secara professional (komersial) tata kelola dalam pemeliharaan kambing perah juga disajikan secara baik agar memudahkan bagi para pemula untuk beternak kambing perah.


File fulltext :
Bagian 1 : Download (974 Kb)
Bagian 2 : Download (764 Kb)
Bagian 3 : Download (1.086 Kb)
Bagian 4 : Download (1.094 Kb)
Bagian 5 : Download (885 Kb)

Rabu, 20 Agustus 2014

Prospek Dan Arah Pengembangan Agribisnis Unggas


Komoditas unggas mempunyai prospek pasar yang sangat baik karena didukung oleh karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia yang sebagian besar muslim, harga relatif murah dengan akses yang mudah diperoleh karena sudah merupakan barang publik. Komoditas ini merupakan pendorong utama penyediaan protein hewani nasional, sehingga prospek yang sudah bagus ini harus dimanfaatkan untuk memberdayakan peternak di perdesaan melalui pemanfaatan sumberdaya secara lebih optimal.

Industri perunggasan di Indonesia berkembang sesuai dengan kemajuan perunggasan global yang mengarah kepada sasaran mencapai tingkat efisiensi usaha yang optimal, sehingga mampu bersaing dengan produk-produk unggas dari luar negeri. Pembangunan industri perunggasan menghadapi tantangan global yang mencakup kesiapan dayasaing produk perunggasan, utamanya bila dikaitkan dengan lemahnya kinerja penyediaan bahan baku pakan, yang merupakan 60-70 persen dari biaya produksi karena sebagian besar masih sangat tergantung dari impor. Upaya meningkatkan dayasaing produk perunggasan harus dilakukan secara simultan dengan mewujudkan harmonisasi kebijakan yang bersifat lintas departemen. Hal ini dilakukan dengan tetap memperhatikan faktor internal seperti menerapkan efisiensi usaha, meningkatkan kualitas produk, menjamin kontinuitas suplai dan sesuai dengan permintaan pasar.
Ternak ayam lokal dan itik dapat menjadi alternatif yang cukup menjanjikan dengan pangsa pasar tertentu, dimana hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa usaha peternakan ayam lokal dan itik cukup menguntungkan dan dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan keluarga.
Profil usaha di sektor primer menunjukkan bahwa usaha peternakan ayam ras pedaging cukup memberikan peluang usaha yang baik, sepanjang manajemen pemeliharaan mengikuti prosedur dan ketetapan yang berlaku. Hal ini ditunjukkan dengan nilai B/C yang diperoleh secara berturut-turut sebesar 1,16; 1,28 dan 1,25 pada usaha mandiri, pola kemitraan inti-plasma dan pola kemitraan poultry shop dengan skala usaha 15 ribu ekor. Indikasi yang hampir sama juga terjadi pada ayam ras petelur pada skala usaha 10 ribu ekor, dengan nilai B/C adalah 1,29 dan 1,13 masing-masing untuk usaha mandiri dan pola kemitraan dengan poultry shop. Hal ini memberikan indikasi bahwa usaha peternakan ayam ras petelur mempunyai keuntungan yang relatif baik bagi para peternak. Sedangkan hal tersebut untuk usaha ayam lokal dan ternak itik masing-masing nilai B/C adalah 1,04 dan 1,2.
Salah satu prospek pasar yang menarik dan perlu dikembangkan adalah industri pakan unggas, dimana biaya pakan ini merupakan komponen tertinggi dalam komposisi biaya produksi industri perunggasan, berkisar antara 60-70 persen. Diproyeksikan masing-masing pada tahun 2010 dan tahun 2020, impor jagung dapat mencapai 4 juta ton dan 8 juta ton jika produksi jagung nasional tidak tumbuh. Jagung untuk pakan unggas memiliki prospek pasar yang sangat baik, dimana dinyatakan bahwa jika industri unggas tumbuh dengan baik, maka kebutuhan akan jagung juga terus meningkat. Pengembangan komoditas jagung perlu mendapatkan perhatian baik oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat petani.
Pengembangan unggas ke depan harus mulai dipikirkan di luar Jawa, dimana ketersediaan pasokan bahan pakan masih memungkinkan, serta prospek pemasaran yang baik. Pengalaman wabah Avian Influenza (AI) beberapa waktu yang lalu memberi pelajaran bahwa sudah saatnya dilakukan desentralisasi industri perunggasan nasional. Upaya ini akan sangat baik ditinjau dari berbagai aspek, baik teknis, ekonomis maupun sosial, dan dalam hal ini memerlukan dukungan kebijakan termasuk ketersediaan inovasi teknologi yang sesuai dengan perkembangan usaha.
Peranan pemerintah juga harus memperhatikan pada pengelolaan pasar, utamanya untuk: (a) melindungi industri ayam dalam negeri dari tekanan persaingan pasar global yang tidak adil, (b) mencegah persaingan tidak sehat antar perusahaan di pasar dalam negeri, (c) pengembangan sistem pencegahan dan penanggulangan wabah penyakit menular, serta (d) dukungan pembangunan infrastruktur penunjang lainnya. Untuk memberi kepastian berusaha pada peternakan mandiri perlu dibuat mekanisme yang menjamin transparansi dalam hal informasi produksi d.o.c., biaya bahan-bahan input, serta kondisi pasar (permintaan, produksi, dan harga).
Potensi dan arah pengembangan ayam lokal lebih difokuskan terhadap kerentanan potensi genetik terhadap penyakit unggas, sehingga konservasi terhadap plasma nutfah ayam lokal menjadi sangat penting.
Potensi dan arah pengembangan itik dititikberatkan pada perbaikan bibit, sehingga terjadi perbedaan antara itik untuk bibit dan itik untuk produksi. Program intensifikasi itik, dengan merubah pola pemeliharaan tradisional menjadi pemeliharaan terkurung atau intensif perlu dipertimbangkan dalam arah pengembangan peternakan unggas ke depan. Keadaan sawah yang semakin intensif menyebabkan jarak antara panen dan tanam menjadi semakin sempit yang menyebabkan semakin terdesaknya itik gembala. Penggunaan pestisida yang kurang bijaksana dapat menyebabkan kematian itik secara langsung dan menurunnya ketersediaan pakan itik di sawah berupa ikan kecil, cacing, katak dll. secara tidak langsung.
Pengembangan agribisnis komoditas ternak unggas diarahkan untuk: (a) menghasilkan pangan protein hewani sebagai salah satu upaya dalam mempertahankan ketahanan pangan nasional, (b) meningkatkan kemandirian usaha, (c) melestarikan dan memanfaatkan secara sinergis keanekaragaman sumberdaya lokal untuk menjamin usaha peternakan yang berkelanjutan, dan (d) mendorong serta menciptakan produk yang berdayasaing dalam upaya meraih peluang ekspor.
Tujuan pengembangan agribisnis komoditas unggas adalah (a) membangun kecerdasan dan menciptakan kesehatan masyarakat seiring dengan bergesernya permintaan terhadap produk yang aman dan berkualitas, (b) meningkatkan pendapatan peternak melalui peningkatan skala usaha yang optimal berdasarkan sumberdaya yang ada, (c) menciptakan lapangan kerja yang potensial dan tersebar hampir di seluruh wilayah, dan (d) meningkatkan kontribusi terhadap pendapatan devisa negara.
Kebijakan peternakan unggas diarahkan pada visi pemberdayaan peternak dan usaha agribisnis peternakan, peningkatan nilai tambah dan dayasaing dengan misi mendorong pembangunan peternakan unggas yang tangguh dan berkelanjutan. Salah satu kebijakan yang diperlukan dan berpengaruh efektif mencapai visi tersebut adalah kebijakan dalam memperluas dan meningkatkan basis produksi melalui peningkatan investasi swasta, pemerintah dan masyarakat; serta kebijakan pewilayahan komoditas dan peningkatkan penelitian, penyuluhan dan pendidikan bagi peternak disertai pengembangan kelembagaan.
Apabila sasaran pengembangan agribisnis komoditas ternak unggas ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan protein hewani pada 10 tahun mendatang, maka setara dengan 1.250 milyar ekor denagn nilai mencapai Rp. 24,5 trilyun. Pelaku investasi pengembangan agribisnis komoditas unggas dibedakan dalam tiga kelompok, yakni investasi yang dilakukan oleh rumah tangga peternak (masyarakat), swasta dan pemerintah.
Kebutuhan investasi masyarakat untuk pengembangan agribisnis ayam ras pedaging dan petelur berkisar antara 10-20 persen, masing-masing sebesar Rp.1 trilyun untuk memenuhi kebutuhan daging dan telur. Estimasi kebutuhan investasi masyarakat untuk pengembangan agribisnis komoditas ayam lokal dan itik adalah sekitar 60 persen, berturut-turut adalah sebesar Rp. 4,5 trilyun dan Rp. 1,5 trilyun. Investasi masyarakat dalam hal ini dapat berupa investasi sumberdaya dan produksi yang meliputi aset tetap seperti lahan, kandang dan tenaga kerja. Sumber pembiayaan dapat berupa kredit dari perbankan maupun lembaga keuangan formal lainnya, serta tidak menutup kemungkinan lembaga keuangan non-formal seperti pinjaman kelompok maupun koperasi bersama.
Pangsa kebutuhan investasi swasta untuk pengembangan agribisnis komoditas ayam pedaging dan petelur rata-rata berkisar antara 80 persen, berturut-turut adalah sebesar Rp. 9,5 trilyun dan Rp. 3,8 trilyun. Estimasi kebutuhan investasi swasta untuk pengembangan komoditas ayam lokal dan itik adalah sekitar 10 persen, dengan nilai Rp. 0,5 trilyun untuk ayam lokal dan Rp. 250 milyar untuk ternak itik. Bentuk investasi swasta dapat berupa peningkatan penyediaan sarana input seperti peningkatan pasokan bibit, pabrik pakan, peralatan serta obat dan vaksin. Investasi di sektor hilir seperti pabrik pengolahan dan prosesing produk unggas seperti penyediaan sarana cold storage dan pembangunan pabrik tepung telur perlu mendapat perhatian yang serius.
Investasi produksi yang berupa infrastruktur oleh pemerintah sangat diperlukan seperti penyediaan benih jagung unggul, penanganan pascapanen berupa pembuatan silo dan sarana transportasi. Estimasi kebutuhan investasi pemerintah untuk pengembangan agribisnis komoditas ayam ras pedaging dan petelur masing-masing adalah sebesar 5 persen, yakni Rp. 500 milyar untuk ayam ras pedaging dan Rp. 200 milyar untuk ayam ras petelur. Pada pengembangan komoditas ayam lokal dan itik, hal tersebut rata-rata berkisar antara 30 persen, dengan nilai berturut-turut Rp. 1 trilyun dan Rp. 750 milyar. Investasi pemerintah utamanya terfokus pada kegiatan promosi dalam upaya meningkatkan konsumsi daging dan telur yang aman, sehat, utuh dan halal. Pelayanan penyuluhan dan pendidikan kepada masyarakat sejak usia dini tentang manfaat mengkonsumsi daging dan telur perlu dilakukan secara konsisten. Peran pemerintah juga diharapkan dalam aspek penelitian dan pengembangan, utamanya dalam hal menyediakan alternatif bahan baku pakan berdasarkan sumberdaya lokal. Demikian pula halnya dengan identifikasi dan evaluasi untuk pengembangan ayam lokal yang resisten terhadap penyakit, serta peningkatan mutu genetik itik.
Untuk mencapai visi, misi dan tujuan program pembangunan pertanian diperlukan kebijakan pendukung. Beberapa kebijakan pendukung yang diperlukan adalah (a) kebijakan pendukung dalam membentuk lingkungan investasi yang kondusif, utamanya dalam hal pelayanan investasi khususnya investasi di luar sektor pertanian, (b) kebijakan dalam hal mempromosikan produk unggas, (c) dukungan kebijakan dan inovasi dalam hal tata-ruang, kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner, serta penegakan aturan yang terkait dengan lalulintas ternak dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah dan perdagangan global, (d) kebijakan pendukung dalam rangka pencegahan penyakit, utamanya dalam memperkuat pelayanan laboratorium dan pos-pos kesehatan hewan, serta kebijakan penyuluhan tentang bahaya dan pencegahan penularan penyakit unggas, dan (e) perlu membuat kebijakan tentang kemitraan agribisnis perunggasan yang adil baik bagi mitra maupun bagi inti melalui pembagian resiko dan keuntungan yang adil.
File fulltext :  Bagian 1 (333 Kb)  Bagian 2 (1.104 Kb)

Selasa, 19 Agustus 2014

Prospek Dan Arah Pengembangan Agribisnis Sapi


Agribisnis sapi di Indonesia mempunyai prospek yang sangat besar, karena permintaan produk daging, susu maupun kulit terus meningkat, seirama dengan pertambahan penduduk dan perkembangan perekonomian nasional. Namun sangat disayangkan karena dalam beberapa dasawarsa terakhir ini impor ketiga produk tersebut cenderung terus meningkat, walaupun terjadi fluktuasi sebagai akibat adanya perubahan global maupun dinamika nasional.

Daya saing industri peternakan ditentukan pada ketersediaan pakan, disamping faktor bibit, manajemen dan kesehatan hewan, serta inovasi teknologi dan faktor-faktor eksternal lainnya. Indonesia tidak memiliki padang pangonan yang memadai, dan juga sangat terbatas dalam kemampuannya menyediakan biji-bijian (jagung, kedelai, kacang-kacangan, dll.), tetapi negara ini mempunyai sumberdaya pakan yang masih belum dimanfaatkan secara optimal, yaitu biomasa yang dihasilkan dalam usahatani, perkebunan, agroindustri, dan rerumputan yang tumbuh sebagai cover crop. Inovasi teknologi Badan Litbang Pertanian telah membuktikan bahwa bahan-bahan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan untuk mencukupi kebutuhan pakan ternak ruminansia. Bahkan biaya pakan yang diperlukan untuk menghasilkan produk tersebut sangat kompetitif. Pengembangan ternak ruminansia dengan demikian harus dilakukan dengan pola integrasi secara in-situ maupun ex-situ, baik yang bersifat horizontal maupun vertikal. Untuk tujuan menghasilkan sapi bakalan, crop livestock system melalui pendekatan low external input merupakan pola yang harus ditempuh. Sedangkan untuk tujuan penggemukan dan ternak perah dapat menggunakan teknologi yang padat modal.
Sampai saat ini sebagian masyarakat Indonesia dapat menerima daging kerbau sebagai layaknya daging sapi. Oleh karenanya untuk kondisi agroekologi dan sosial budaya tertentu, pengembangan kerbau dapat juga dilakukan. Sementara itu pengembangan sapi potong, sapi tipe dwiguna atau sapi perah sangat tergantung pada kondisi daerah, dengan pertimbangan pada aspek kemudahan dalam mengelola dan memasarkan susu. Sedangkan secara teknis perbedaannya relatif tidak besar, kecuali dalam hal kesehatan/kebersihan dan intensitas manajemen.
Profil usaha penggemukan sapi skala 1000 ekor sapi bakalan setiap siklus dengan tiga siklus per tahun, akan diperoleh keuntungan bersih sebesar Rp. 1,83 miliar dengan R/C ratio 1,18. Profil usaha cow-calf operation (pembibitan) sapi skala 1500 ekor induk untuk menghasilkan 1000 ekor sapi bakalan per tahun, akan diperoleh keuntungan sebesar Rp. 0,42 miliar dengan R/C ratio 1,21. Sedangkan profil usaha pabrik pakan skala 10 ton per hari, akan diperoleh keuntungan sebesar Rp. 0,5 miliar per tahun dengan R/C ratio 1,31.
Untuk merespon perkembangan agribisnis sapi di Indonesia dalam 10 tahun ke depan agar 90 persen kebutuhan daging dapat dipenuhi dari produk domestik diperlukan dukungan investasi sebesar Rp. 24 trilyun, yang berasal dari: (i) pemerintah sekitar 10 persen berupa pembangunan sarana-prasarana, litbang, perbibitan, penyuluhan, pengamanan dari ancaman penyakit berbahaya, kelembagaan, promosi, dan dukungan akses atas sumber permodalan; (ii) investasi dari peternak kecil sekitar 60-70 persen melalui pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki, dan penambahan ternak; (iii) sedangkan investasi dari swasta sekitar 20-30 persen untuk kegiatan hulu dan hilir, serta pada usaha penyediaan bibit, budidaya sapi perah dan penggemukan.
Kebijakan pemerintah untuk mendorong agar usaha ini dapat berkembang pesat antara lain adalah: (i) dukungan untuk menghindari dari ancaman produk luar yang tidak ASUH, ilegal, dan barang-barang dumping, melalui kebijakan tarif maupun non-tarif; (ii) dukungan dalam hal kepastian berusaha, keamanan, terhindar dari pungutan liar dan pajak yang berlebihan; (iii) dukungan dalam hal pembangunan sarana pendukung, kelembagaan, permodalan, pemasaran, persaingan usaha yang adil, promosi, dan penyediaan informasi, serta (iv) dukungan agar usaha peternakan dapat berkembang secara integratif dari hulu-hilir, melalui pola kemitraan, inti-plasma, dan memposisikan yang besar maupun kecil dapat tumbuh dan berkembang secara adil.
Kebijakan tersebut diharapkan dapat mendorong investasi yang mampu menciptakan lapangan kerja untuk kegiatan budidaya bagi 200.000 tenaga kerja, serta satu juta tenaga kerja dalam kegiatan hulu dan hilir. Dengan demikian pengembangan agribisnis sapi di Indonesia akan mampu menjawab tantangan yang dihadapi bangsa dalam hal ketahanan pangan, lapangan kerja, kesejahteraan masyarakat, devisa, serta perekonomian nasional.
File fulltext : Bagian 1 (333 Kb) Bagian 2 (1.104 Kb)

Senin, 18 Agustus 2014

Prospek Dan Arah Pengembangan Agribisnis Kambing Dan Domba


Agribisnis komoditas ternak kambing dan domba (kado) di Indonesia mempunyai prospek yang sangat besar, mengingat dalam 10 tahun mendatang akan ada 5 juta kepala keluarga muslim yang masing-masing kepala keluarga akan menyembelih satu ekor ternak kambing ataupun domba untuk kurban, satu ekor untuk setiap anak perempuan dan dua ekor untuk anak laki-laki untuk akikah. Disamping itu untuk keperluan ibadah haji di tanah suci akan dibutuhkan 2,5 juta ekor kado untuk keperluan membayar dam ataupun untuk kurban para jemaah haji.

Profil usaha-ternak kado di sektor usaha primer menunjukkan bahwa usaha tersebut memberikan keuntungan yang relatif baik, masing-masing dengan nilai B/C sebesar 1.17 dan 1.39 untuk usaha pembesaran dan penggemukan.
Untuk itu diperlukan dukungan investasi dalam pengembangan agribisnis kado baik dari pemerintah, swasta, maupun masyarakat/komunitas peternak. Investasi tersebut meliputi aspek: (i) pelayanan kesehatan hewan, (ii) dukungan penyediaan bibit (pejantan) unggul dan induk berkualitas, (iii) kegiatan penelitian, pengkajian dan pengembangan yang terkait dengan aspek pakan dan manajemen pemeliharaan, serta (iv) pengembangan kelembagaan untuk mempercepat arus informasi, pemasaran, promosi, permodalan, (v) penyediaan infrastruktur untuk memudahkan arus barang input-output serta pemasaran produk, (vi) ketersediaan laboratorium keswan, pakan dan reproduksi, serta (vii) penyiapan lahan usaha peternakan dan penetapan tata ruang agar pengembangan ternak tidak terganggu oleh masalah keswan, sosial, hukum dan lingkungan.
Secara mandiri swasta dapat bergerak di sektor hulu (usaha penyediaan calon induk, penyediaan pejantan, penyediaan semen, pabrik pakan mini,dll), serta di kegiatan hilir (RPH, industri pengolahan daging, susu, kulit, kompos dll.). Usaha-ternak budidaya oleh swasta dilakukan melalui pendekatan pola kemitraan, dimana peternak menghasilkan bakalan dan inti membeli untuk digemukkan atau langsung dipasarkan. Variasi dari pola kemitraan dan investasi dalam pengembangan kado sistem integrasi mungkin cukup beragam, dan harus disesuaikan dengan kondisi setempat.
Sasaran pengembangan kado dalam 10 tahun mendatang ditujukan untuk menambah produksi sampai 5 juta ekor/tahun, yang berarti diperlukan penambahan populasi induk sedikitnya 4 juta ekor, untuk menghasilkan anak 6 juta ekor/tahun, yang akan berdampak pada penambahan populasi sekitar 10 juta ekor. Bila rata-rata harga kado sekitar Rp. 400 ribu/ekor, maka total investasi yang diperlukan sekitar Rp. 4 trilyun. Bila diasumsikan pemerintah akan berinvestasi sebesar 0,92 trilyun (23 persen), masyarakat sebesar 2,52 trilyun (63 persen), maka investasi swasta yang dibutuhkan sedikitnya sekitar Rp. 0,56 trilyun (14 persen). Angka-angka ini belum memperhitungkan bila sebagian ternak ditujukan untuk menghasilkan susu. Investasi masyarakat sebagian besar berasal dari pemanfaatan aset yang telah dimiliki, atau sumber pendanaan baru yang berasal dari lembaga keuangan, bantuan pemerintah, kerjasama dengan swasta (inti) atau bantuan keluarga/kelompok.
Usaha-ternak kado akan mampu menciptakan lapangan kerja baru, baik peluang untuk menjadi peternak mandiri maupun lowongan pekerjaan yang terlibat pada sektor hulu dan hilir. Bila ada penambahan populasi sekitar 12 juta ekor, sedikitnya akan mendorong penciptaan lapangan kerja baru untuk satu juta orang di perdesaan maupun di kawasan industri pendukung.
Investasi penyediaan bibit unggul, untuk calon induk maupun pejantan adalah sangat strategis, karena saat ini praktis belum ada pihak yang tertarik. Pusat pembibitan ternak milik pemerintah yang sudah ada belum mampu untuk merespon perkembangan yang terjadi di masyarakat. Namun ke depan kegiatan ini justru harus dilakukan oleh swasta atau peternak kecil yang maju. Investasi untuk usaha ini dapat dimulai dengan skala sedang 200-500 ekor untuk kemudian dikembangkan menjadi usaha yang besar. Investasi yang diperlukan usaha ini sedikitnya sekitar Rp. 0,5-1 milyar, tidak termasuk kebutuhan lahan. Diharapkan usaha ini dapat dikembangkan di kawasan perkebunan yang sudah tersedia bahan pakan yang memadai. Sementara itu investasi untuk pabrik pakan, pabrik obat, pabrik kompos, pabrik pengolahan susu, dll., dapat disesuaikan dengan kapasitas yang diperlukan, yang bernilai setara dengan nilai investasi pada ternak lainnya.
Dukungan kebijakan investasi perlu menyertakan petani sebagai end user dan pada akhirnya memberikan titik terang dalam pemberdayaan petani, peningkatan kesejahteraan disamping penambahan devisa dari ekspor bila pasar ekspor ke negara-negara jiran dapat dimanfaatkan. Untuk mendukung pembangunan/ revitalisasi pertanian dan menciptakan iklim investasi guna pengembangan dan peningkatan mutu ternak kado diperlukan berbagai kebijakan, antara lain: (a) penyederhanaan prosedur dan persyaratan untuk investasi usaha pengembangan peternakan kado; (b)penyediaan kredit bagi hasil dan (c) penyediaan informasi (harga dan teknologi).
File fulltext : Bagian 1 (333 Kb) Bagian 2 (1.104 Kb)

Minggu, 17 Agustus 2014

Menakar potensi penyediaan daging sapi dan kerbau di dalam negeri menuju swasembada 2014


Daging sapi dan kerbau merupakan komoditas pangan asal hewan yang termasuk kedalam golongan high income elastic, dimana besarnya peningkatan permintaan akan komoditas ini melebihi besarnya peningkatan pendapatan rumah tangga konsumen. Dengan demikian, golongan rumah tangga berpendapatan menengah ke atas merupakan konsumen utama daging sapi. Disamping itu, perdagangan sapi potong di dalam negeri masih mengalami gangguan dan biaya transportasi yang sangat mahal.
Produksi daging sapi di Indonesia dicirikan 97% oleh skala usaha kecil yang memelihara hanya 1 sampai 3 ekor per rumah tangga, yang dipelihara sebagai sumber tenaga kerja atau tabungan, bukan semata-mata untuk tujuan memproduksi daging. Sebagian ternak masih dipelihara secara tradisional dalam hal budidaya, penyediaan pakan, dan pengawasan penyakit. Sistem pemasaran masih belum memberikan insentif bagi para peternak untuk meresponnya melalui cara pemeliharaan yang efisien.

Sepanjang tahun 2011 diperkirakan akan diimpor sapi bakalan sebanyak 500 ribu ekor dari Australia dan 72 ribu ton daging sapi beku dari Australia dan Negara-negara pengekspor lainnya. Kebijakan impor daging sapi pada awalnya ditujukan untuk memasok kebutuhan daging berkualitas (prime cut) bagi konsumen di hotel-hotel berbintang dan daging industri (secondary cut) bagi kebutuhan industri daging olahan. Impor sapi hidup menunjukkan peningkatan sebesar 82,5 persen pertahun pada kurun waktu 1990-1997. Pada awalnya impor dimaksudkan untuk mengisi kekurangan pasokan sapi bakalan sehingga terjadi penyelamatan populasi sapi nasional sebagai akibat dari peningkatan permintaan. Pemahaman seperti ini seharusnya tidak berubah menjadi sebuah andalan utama pemasok daging sapi dimasa mendatang, walaupun dari sisi kemudahan pengadaan, ketersediaan, serta potensi keuntungan bagi fihak swasta sangat menjanjikan.
Volume impor sapi bakalan menunjukkan kecenderungan terus meningkat yaitu 236 ribu ekor (2004), 256 ribu ekor (2005), 266 ribu ekor (2006), 414 ribu ekor (2007), 570 ribu ekor (2008), dan 772 ribu ekor (2009). Selain itu, volume impor daging sapi menunjukkan peningkatan dari 11,7 ribu ton (2004), menjadi 45,7 ribu ton (2008), dan 67,9 ribu ton (2009). Namun ternyata kontribusi daging beku dan sapi bakalan impor hanya memiliki pangsa sebesar 6,7% dari total kebutuhan konsumsi daging yang saat ini mencapai 7,75 kg/kapita/tahun.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan telah melaksanakan kajian mengenai kemampuan potensi sapi/kerbau potong di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan permintaan konsumen, dengan fokus kepada kinerja budidaya dan pemasaran di 10 propinsi utama.
Buku ini berisi dokumentasi dari hasil kajian tersebut dan diharapkan dapat menjadi salah satu panduan dalam implementasi kebijakan pencapaian Swasembada Daging Sapi dan Kerbau 2014. Kami mengucapkan terimakasih kepada semua fihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan ini, termasuk tim penyusun penulisan buku ini. Tentunya berbagai saran untuk penyempurnaan selanjutnya sangat kami hargai, dan semoga buku ini bermanfaat bagi pembangunan peternakan kedepan.
File fulltext : Download (1.649 Kb)

Sabtu, 16 Agustus 2014

Petunjuk Teknis Pemanfaatan Lumpur Sawit/Solid Ex-decanter sebagai Bahan Pakan Ruminansia


Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala Hidayah dan InayahNya, dengan diselesaikannya petunjuk teknis "Pemanfaatan Lumpur Sawit / Solid ex-decanter sebagai Bahan Pakan Ruminansia". Petunjuk teknis ini disusun untuk memberikan informasi kepada para pelaku usaha dan pemerhati peternakan khususnya ternak ruminansia tentang potensi lumpur sawit / solid ex-decanter sebagai bahan pakan alternatif guna mendukung ketersediaan pakan nasional dalam rangka menuju swasembada daging tahun 2014.

Lumpur sawit / solid ex-decanter merupakan limbah dari industri pengolahan kelapa sawit yang ketersediannya cukup berlimpah dan masih belum dimanfaatkan secara optimal serta masih belum punya nilai ekonomis berbeda dengan limbah kelapa sawit lainnya seperti bungkil inti sawit. Beberapa kajian menunjukkan selain memiliki potensi kuantitas, lumpur sawit / solid ex-decanter juga mempunyai potensi kualitas nutrisi yang cukup baik, walaupun ada beberapa kendala yang masih dapat diatasi melalui teknologi prosesing.

Mudah-mudah pentunjuk teknis yang sederhana ini bermanfaat bagi peternak khususnya dan semua pelaku peternakan pada umumnya.

File fulltext : Download (1.673 Kb)

Jumat, 15 Agustus 2014

Petunjuk Teknis Pengelolaan Pakan Dalam Usaha Ternak Kambing


Sebagian besar pengusahaan ternak kambing di Indonesia merupakan usaha peternakan rakyat dengan tingkat penerapan teknologi serta manajemen yang cukup beragam. Keragaman dalam hal intensitas penggunaan maupun pemilihan jenis teknologi dapat disebabkan antara lain oleh perbedaan agroekosistem dimana ternak kambing dipelihara ataupun oleh tingkat pengetahuan serta pengalaman dalam berusaha. Oleh karena itu, adanya sumber informasi yang secara prinsip-teknis dapat menjangkau berbagai kondisi lingkungan yang beragam diharapkan dapat membantu meningkatkan penerapan teknologi dan teknis manajemen dalam usaha produksi kambing. Salah satu aspek sangat penting dalam usaha produksi kambing adalah pengelolaan pakan secara efisien.

Buku petunjuk teknis ini secara khusus memuat prinsip dan teknis pengelolaan pakan serta memamparkan berbagai inovasi teknologi pakan yang dapat diterapkan dalam usaha peternakan kambing balk yang dikelola dengan pola peternakan rakyat maupun pengelolaan secara komersial dengan orientasi keuntungan. Aspek manajemen dan teknologi pakan yang dikemukakan dalam buku ini disusun sedemikian rupa sehingga dapat menjangkau berbagai agro-ekosistem yang berbeda.

Semoga buku petunjuk teknis ini dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang berkepintingan dan memebri kontribusi bagi peningkatan efisiensi usaha ternak kambing.

File fulltext : Download (1.005 Kb)

Kamis, 14 Agustus 2014

Mengenal Plasma Nutfah Ayam Indonesia dan Pemanfaatannya


Buku ini merupakan edisi kedua yang dicetak ulang dengan beberapa revisi untuk penyempurnaannya yang diterbitkan untuk memenuhi permintaan KEPRAKS Indonesian Native Chicken Communityserta para pengguna seperti Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (HIMPULI) dan masyarakat peternakan lainnya . Selain itu penerbitan edisi kedua buku ini sebagai kontribusi terhadap pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia, khususnya plasma nutfah ayam Indonesia.
Buku Mengenal Plasma Nutfah Ayam Indonesia dan Pemanfaatannya merupakan salah satu dokumentasi yang diharapkan dapat menambahkan dan melengkapi berbagai informasi ke dalam khazanah ilmu dan pengetahuan peternakan, khususnya ternak ayam lokal. Berbagai publikasi yang berhubungan erat dengan buku ini sudah ada beredar, namun buku ini memberikan kontribusi yang lebih lengkap mengenai ayam-ayam lokal di Indonesia serta ayam pendatang yang sudah beradaptasi di Indonesia, dilengkapi dengan berbagai informasi fenotipe secara kuantitatif dan kualitatif. Karakteristik ayam-ayam Indonesia ini dicirikan dengan tampilan fenotipe yang beragam mulai dari warna bulu sampai produktifitas . Dalam buku ini berbagai jenis ayam berdasarkan pemanfaatannya dijabarkan baik dari segi kondisi tampilan eksternal, atau ciri-fisik yang membedakan ayam jenis tertentu dengan ayam ras dari luar Indonesia. Selain itu dalam buku ini dikemukakan pula secara detail data-data produktifitas telur, pertumbuhan, maupun kualitas telur bagi jenis ayam tertentu yang informasinya sudah lengkap . Buku ini paling sedikit akan memberikan kepada para pembaca, suatu pengetahuan akan ayam-ayam lokal di Indonesia. Selanjutnya besar kemungkinan para akademisi yang tertarik dapat memakai buku ini sebagai salah satu referensi setiap kegiatan pemuliaan ayam-ayam lokal Indonesia.
Dr. Tike Sartika adalah peneliti Balai Penelitian Ternak yang dalam 10 tahun terakhir ini memperdalam pengetahuan akan sifat-sifat ternak ayam lokal Indonesia. Ilmu dasar yang beliau kuasai adalah Ilmu Pemuliaan Ternak. Bekerja sama dengan rekan penelitinya, Dr. Sofjan Iskandar yang aktif di dalam menggalakkan plasma nutfah ayam lokal Indonesia berusaha untuk menyusun buku ini untuk dipersembahkan kepada anak-anak bangsa Indonesia tercinta .
Prof. Dr. Ir. Kusuma Diwyanto MS adalah Peneliti Utama bidang Ilmu Pemuliaan Ternak. Beliau pernah menjabat sebagai Ketua Komisi
Nasional Plasma Nutfah, disamping mantan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan dan mantan Direktur Pemibibitan, Direktorat Jenderal peternakan. Koreksi dan saran beliau dalam mempertajam substansi dan redaksi memberikan nilai tambah yang tinggi, terutama dalam aspek keilmuan dan pengetahuan untuk lebih memahami arti dan pemanfaatan sumberdaya genetik ayam di Indonesia.
Kepada Drs Ade M Zulkarnain, Ketua KEPRAKS yang juga Ketua Umum HIMPULI saya kenal sebagai peternak yang peduli dengan pelestarian dan pengembangan plasma nutfah ayam Indonesia untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pedesaan melalui usaha budidaya dan perbibitan. Kami ucapkan terima kasih atas prakarsanya dalam penyempurnaan buku ini serta pendanaannya . Juga kepada Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) yang memberikan dukungan serta sebagian pendanaan pencetakan edisi kedua buku ini, kami mengucapkan terima kasih .
Semoga Allah SWT memberikan pahala yang setimpal kepada semua pihak yang memberikan kontribusi atas tersusunnya buku ini . Insya Allah buku ini dapat memberikan berbagai pencerahan mengenai ayam-ayam lokal Indonesia dan pemanfaatannya oleh masyarakat Indonesia dari ujung Barat sampai ujung Timur .


Dr Ir Sofjan Iskandar Kepala Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor
File fulltext : Download (11.554 Kb)

Rabu, 13 Agustus 2014

Petunjuk Teknis Penggemukan Sapi Potong Pola LEISA


Ucapan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rakhmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan buku petunjuk teknis tentang “Penggemukan Sapi Potong Pola LEISA” ini dapat terlaksana dengan baik.

Saat ini adalah masa-masa yang cukup sulit bagi pemerintah untuk mewujudkan swasembada daging sapi tanpa bantuan peternak, karena sebagian besar usaha sapi potong merupakan usaha peternakan rakyat dengan produktivitas yang rendah. Usaha yang belum sepenuhnya berwawasan agribisnis dengan penerapan teknologi seadanya dikhawatirkan tidak akan mampu memacu produksi yang ditargetkan. Oleh sebab itu inovasi teknologi penggemukan sapi yang murah dan mudah diterapkan oleh peternak diharapkan akan mampu memacu peningkatan produktivitas mendukung Program Swasembada Daging Sapi 2014 yang akan datang. Pencetakan dan penerbitan buku ini dibiayai dari dana Diseminasi Loka Penelitian Sapi Potong TA 2010.

Kepada seluruh staf yang telah menyusun buku petunjuk teknis ini diucapkan terima kasih dan semoga bermanfaat bagi para pembaca yang membutuhkan.
File fulltext : Download (954 Kb)

Selasa, 12 Agustus 2014

Petunjuk Teknis Perbaikan Teknologi Reproduksi Sapi Potong Induk


Puji syukur kehadirat Allah SWT kami panjatkan karena atas rahmat dan hidayah-Nya pembuatan Petunjuk Teknis Teknologi Rerpoduksi Sapi Potong dapat diselesaikan. Petunjuk teknis ini disusun secara praktis agar lebih mudah dipahami dan diaplikasikan peternak rakyat dalam usaha budidaya sapi potong.

Secara umum, ditinjau dari segi ekonomi usaha sapi potong di Indonesia sampai saat ini masih belum dapat memberikan keuntungan optimal. Sementara modal usahatani yang dibutuhkan relatif besar. Disamping itu, waktu usaha relatif lama (baik pembibitan maupun penggemukan), kecepatan pengembalian modal lambat dan resiko besar. Namun demikian, secara teknis sebenarnya usaha budidaya sapi potong ini merupakan cabang usahatani yang cukup prospektif untuk dikembangkan melalui inovasi teknologi reproduksi. Penerbitan buku petunjuk teknis ini dibiayai oleh kegiatan Diseminasi Teknologi Sapi Potong Loka Penelitian Sapi Potong pada TA 2010.
Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan buku petunjuk teknis ini. Kami menyadari, isi dan metode penyajian buku ini masih belum sempurna, sehingga sumbang saran dan koreksi yang bersifat membangun selalu kami harapkan. Semoga buku petunjuk teknis ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang peduli dengan masa depan pembangunan sapi potong Indonesia.
File fulltext : Download (619 Kb)

Senin, 11 Agustus 2014

Petunjuk Teknis Pemeliharaan Sapi Pejantan Pemacek



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala hidayah dan inayah-Nya  dengan selesainya buku “Buku Petunjuk Teknis Sistem Pemeliharaan Sapi Pejantan Pemacek

Buku petunjuk teknis in dibuat sebagai salah satu upaya penyebarluasan teknologi pemeliharaan sapi potong pejantan yang digunakan sebagai pemacek guna mendukung pengembangan dan meningkatkan produktivitas sapi potong. Buku ini menguraikan secara praktis dan sederhana sehingga mudah dalam pemahaman dan pelaksanaannya oleh pengguna. Penerbitan buku ini dibiayai oleh kegiatan Diseminasi Teknologi SapiPotong dan Pendampingan PSDS Loka Penelitian Sapi Potong T.A. 2010.

Kepada staf peneliti di Loka Penelitian Sapi Potong yang telah menyusun buku petunjuk ini teknis ini diucapkan terima kasih dan penghargaan, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca yang membutuhkannya.
File fulltext : Download (342 Kb)

Minggu, 10 Agustus 2014

Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia


Usaha pengembangan sapi perah memiliki prospek sangat strategis dalam pembangunan sumber daya manusia Indonesia. Banyak upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan produksi dan produktivitas sapi perah, yang sebagian besar merupakan usaha peternakan rakyat. Hasil-hasil penelitian usaha sapi perah sudah cukup banyak, namun belum terdokumentasi dengan baik.

Melalui kegiatan konsorsium penelitian sapi perah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan menerbitkan buku tentang Profil Usaha Petemakan Sapi Perah di Indonesia. Buku ini tersusun atas kerja sama yang baik dengan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Brawijaya . Aspek yang dibahas dalam buku sangat komprehensif, diawali dengan sejarah dan perkembangan ternak sapi perah di Indonesia hingga analisis ekonomi serta peran aspek sosial usaha sapi perah.

Diharapkan buku ini dapat memberi kontribusi nyata bagi pengembangan usaha sapi perah di Indonesia, utamanya dalam mewujudkan peningkatan konsumsi susu nasional. Penghargaan yang setinggi-tingginya disampaikan kepada tim editor dan para penulis, serta ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu hingga selesainya buku ini. Semoga buku ini dapat berguna bagi para pembaca untuk implementasi program usaha sapi perah di masa yang akan datang.


 
Perpustakaan Puslitbangnak