Kamis, 18 September 2014

Model Pengembangan Sistem Integrasi Tanaman - Sapi Berbasis Inovasi


Program Swasembada Daging Sapi telah dicanangkan Pemerintah beberapa kali, dan yang terakhir diubah menjadi Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau 2014 (PSDSK 2014). Ditargetkan bahwa pada tahun 2014 impor daging dan sapi hidup hanya sekitar 10 persen dari total kebutuhan nasional. Namun kenyataannya target ini belum dapat diwujudkan, karena justru kebijakan impor yang diarahkan Kementerian Perdagangan telah mendorong impor daging dan sapi siap potong lebih besar. Oleh sebab itu, kita perlu focus untuk mengupayakan agar populasi sapi dan kerbau terus meningkat, dan produksi daging sapi di dalam negeri bertambah.

Saat ini produksi daging sapi di dalam negeri masih mengandalkan pasokan dari Nusatenggara, Bali, dan Jawa. Hal-hal yang positif dan sudah dilakukan masyarakat di beberapa wilayah tersebut perlu diungkapkan, antara lain penggemukkan sapi Bali di Timor dalam suatu sistem bagi hasil. Pengembangan village breeding centre di Jawa Tengah yang mengembangkan sapi PO juga merupakan bentuk pembelajaran yang perlu diketahui. Proses pendampingan dalam uapaya pengembangan sapi juga perlu mendapat perhatian, antara lain dengan meningkatkan peran peneliti dan penyuluh di BPTP. Ke depan, pengembangan sapi harus memanfaatkan wilayah yang berlimpah pakan di kawasan kebun sawit, antara lain di Sumatera dan Kalimantan.

Penelitian dan pengkajian Sistem Integrasi Sawit-Sapi telah dilakukan oleh tim Badan Litbang Pertanian sejak tahun 2003 yang lalu di PT Agricinal-Bengkulu. Sebelum kajian tersebut, peneliti dari Lolit Kambing Potong Sumatera Utara (ex-Sub BPT yang bergabung dengan BPTP Sumatera Utara) sudah menginisiasi penelitian awal dan sangat terbatas dalam memanfaatkan limbah perkebunan untuk pakan ternak.

Pengembangan sapi di PT Agricinal semula dilakukan untuk meringankan dalam pengumpulan tandan buah segar (TBS) yang menjadi salah satu pekerjaan terberat para pemanen. PT Agricinal mengintroduksi ternak sapi Bali sebagai tenaga penarik gerobak atau pengangkut TBS untuk memperingan pekerjaan tersebut. Introduksi sapi Bali ini ternyata cocok dengan kondisi setempat sehingga para pemanen dapat bekerja lebih produktif, efektif, mudah dan nyaman serta mendapatkan tambahan penghasilan dari sapi yang dipelihara.

Model Sistem Integrasi Sawit-Sapi yang telah berhasil dijalankan di PT Agricinal Bengkulu kemudian menjadi inspirasi dan pendorong para peminat sistem integrasi untuk dapat diterapkan di lokasi-lokasi lain di Indonesia. Proses diseminasi sistem integrasi sawit sapi yang telah dijalankan dan teknologi yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian telah berkembang di lokasi-lokasi lainnya. Para peneliti Badan Litbang Pertanian melakukan penelitian di laboratorium, melakukan pengkajian di lapang dan membantu mengatasi permasalahan di dalam pengembangan sistem integrasi sawit sapi di lokasi pengembangan yang baru.

Saat ini berbagai model sistem integrasi sawit sapi di lokasi pengembangan baru muncul di Indonesia, sebagai proses adaptasi dan penyesuaian sesuai dengan kondisi lokal spesifik. Proses ini merupakan proses yang wajar agar usaha yang terintegrasi ini dapat berjalan lebih menguntungkan, efisien dan ramah lingkungan. Berbagai model Sistem Integrasi Sawit-Sapi yang telah berhasil berkembang dengan baik digambarkan dalam beberapa makalah di buku bunga rampai ini. Berbagai model yang telah berhasil dikembangkan tersebut dapat menjadi inspirasi bagi pengembang sistem integrasi di lokasi pengembangan baru. Tidak tertutup kemungkinan akan berkembang model sistem integrasi yang lebih inovatif sesuai keadaan sosial, kultural dan geografi Indonesia yang sangat beragam.

Indonesia saat ini sedang menghadapi tantangan untuk mencukupi kebutuhan daging sapi di dalam negeri yang ke depan akan terus bertumbuh. Konsentrasi ternak tersebar di wilayah yang sering mengalami kesulitan pakan di saat kemarau/kering, terutama di Nusa Tenggara, Bali dan Jawa. Sementara itu, kawasan yang berlimpah pakan, seperti perkebunan kelapa sawit di Sumatera dan Kalimantan relative kosong ternak. Melihat kecenderungannya, luasan kebun kelapa sawit di Indonesia ke depan akan terus bertumbuh, dan saat ini luasnya lebih dari 9 juta ha. Seiring hal tersebut memberi peluang yang sangat besar untuk pengembangan sapi melalui Sistem Integrasi Sawit-Sapi dalam suatu sistem pertanian bioindustri yang ramah lingkungan.

Sistem integrasi ini akan berkembang dengan pesat apabila pekebun atau pengusaha kebun sawit dapat merasakan secara langsung manfaatnya, antara lain dalam hal: (i) pengurangan penggunaan pupuk kimia yang harganya semakin mahal, (ii) meningkatnya kesuburan lahan karena penggunaan bahan organic yang berasal dari pengolahan kotoran ternak, (iii) meningkatnya produktivitas tanaman akibat kesuburan lahan terjaga, (iv) bertambahnya pendapatan pekebun/pengusaha dari penjualan ternak, dan (v) peluang pemanfaatan untuk meringankan beban pengumpul TBS.

Saya berharap buku bunga rampai ini dapat berguna dan menjadi inspirasi bagi berbagai pihak yang berminat dalam mengembangkan Sistem Integrasi Sawit-Sapi di Indonesia.

File fulltext :

Rabu, 17 September 2014

Menakar penyediaan daging sapi dan kerbau di dalam negeri menuju swasembada 2014


Daging sapi dan kerbau merupakan komoditas pangan asal hewan yang termasuk kedalam golongan high income elastic, dimana besarnya peningkatan permintaan akan komoditas ini melebihi besarnya peningkatan pendapatan rumah tangga konsumen. Dengan demikian, golongan rumah tangga berpendapatan menengah ke atas merupakan konsumen utama daging sapi. Disamping itu, perdagangan sapi potong di dalam negeri masih mengalami gangguan dan biaya transportasi yang sangat mahal.

Produksi daging sapi di Indonesia dicirikan 97% oleh skala usaha kecil yang memelihara hanya satu sampai tiga ekor per rumah tangga, yang dipelihara sebagai sumber tenaga kerja atau tabungan, bukan semata-mata untuk tujuan memproduksi daging. Sebagian ternak masih dipelihara secara tradisional dalam hal budidaya, penyediaan pakan, dan pengawasan penyakit. Sistem pemasaran masih belum memberikan insentif bagi para peternak untuk meresponnya melalui cara pemeliharaan yang efisien.
Sepanjang tahun 2011 telah diimpor sapi bakalan sebanyak 395 ribu ekor dari Australia dan 80 ribu ton daging sapi beku dari Australia dan negara-negara pengekspor lainnya. Kebijakan impor daging sapi pada awalnya ditujukan untuk memasok kebutuhan daging berkualitas (prime cut) bagi konsumen di hotel-hotel berbintang dan daging industri (secondary cut) bagi kebutuhan industri daging olahan. Impor sapi hidup menunjukkan peningkatan sebesar 82,5 persen pertahun pada kurun waktu 1990-1997. Pada awalnya impor dimaksudkan untuk mengisi kekurangan pasokan sapi bakalan sehingga terjadi penyelamatan populasi sapi nasional sebagai akibat dari peningkatan permintaan. Pemahaman seperti ini seharusnya tidak berubah menjadi sebuah andalan utama pemasok daging sapi di masa mendatang, walaupun dari sisi kemudahan pengadaan, ketersediaan, serta potensi keuntungan bagi pihak swasta sangat menjanjikan.
Volume impor sapi bakalan menunjukkan kecenderungan terus meningkat yaitu 236 ribu ekor (2004), 256 ribu ekor (2005), 266 ribu ekor (2006), 414 ribu ekor (2007), 570 ribu ekor (2008), dan 772 ribu ekor (2009). Selain itu, volume impor daging sapi menunjukkan peningkatan dari 11,7 ribu ton (2004), menjadi 45,7 ribu ton (2008), dan 67,9 ribu ton (2009). Namun ternyata kontribusi daging beku dan sapi bakalan impor hanya memiliki pangsa sebesar 6,7% dari total kebutuhan konsumsi daging yang saat ini mencapai 7,75 kg/kapita/tahun.

Cetakan pertama buku ini telah diterbitkan pada tahun 2012. Mengingat banyaknya permintaan terhadap buku ini, maka dilakukan edisi kedua dengan beberapa perubahan mencakup konstruksi buku, pemutakhiran substansi dan redaksional.
File fulltext :
Cover Depan(3.322 Kb)
Cover dalam (153 Kb)
Bab 1 (91 Kb)
Bab 2 (137 Kb)
Bab 3 (433 Kb)
Bab 4 (73 Kb)
Bab 5 (85 Kb)
Penutup (9 Kb)
Daftar Pustaka (69 Kb)
Indeks Subjek (80 Kb)
Glosarium (69 Kb)
Bibliografi Penulis (30 Kb)

Selasa, 16 September 2014

Petunjuk Teknis Teknologi Penanganan Gangguan Reproduksi Sapi Bali Pada Program Pengembangan Ternak Terpadu Di Kabupaten Bangka Tengah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung


Puji syukur kita panjatkan Kehadirat Allah SWT atas hidayah dan inayah-Nya, maka buku “Rekomendasi Teknologi Penanganan Gangguan Reproduksi Sapi Bali pada Program Pengembangan Ternak Terpadu di Kabupaten Bangka Tengah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung” dalam rangka mendukung PSDSK 2014 dapat diselesaikan. Buku ini merupakan rekomendasi teknologi hasil Kegiatan pendampingan teknologi sapi potong pada wilayah kerja BPTP Kep. Babel, khususnya di beberapa kecamatan di Kab. Bangka Tengah Prov. Kep. Bangka Belitung, sebagai penyedia teknologi sapi potong di setiap lokasi sesuai dengan kebutuhan pengguna, dalam rangka menggali teknologi komersial dan menyebarluaskan teknologi aplikatif.

Kegiatan pendampingan dilaksanakan oleh tiga peneliti dan beberapa staf BPTP Kep. Babel dan Dinas Pertanian dan Peternakan Kab. Bangka Tengah dengan dengan melibatkan beberapa kelompok ternak dalam rangka penanganan permasalahan dan gangguan reprpoduksi sapi – sapi induk pada usaha peternakan rakyat program pengembangan sapi potong terpadu dalam rangka mendukung peningkatan populasi dan produktivitas sapi potong mendukung PSDSK 2014.

Buku ini merupakan rekomendasi teknologi dalam pelaksanaan kegiatan Pendampingan Teknologi Budidaya Sapi Potong di Wilayah PSDSK 2014. Semoga buku ini dapat bermanfaat sebagai informasi dalam pelaksanaan pendampingan teknologi dan atau sebagai tindak lanjut kegiatan berikutnya.

File fulltext : Download (1.699 Kb)

Senin, 15 September 2014

Petunjuk Teknis Pemeliharaan dan Penyapihan Pedet Sapi Potong


Puji syukur kehadirat Allah SWT kami panjatkan karena atas rahmat dan hidayah-Nya pembuatan Petunjuk Teknis Pemeliharaan dan Penyapihan Pedet dapat diselesaikan. Petunjuk teknis ini disusun secara praktis agar lebih mudah dipahami dan diaplikasikan peternak rakyat dalam usaha budidaya sapi potong.

Secara umum, kematian pedet pada peternakan rakyat masih tinggi yaitu mencapai 30% dimana salah penyebabnya adalah karena tidak tepatnya proses penyapihan, tingginya konsumsi bahan pakan berserat tinggi seperti rumput dan beberapa jenis hijauan lainnya; dan belum siapnya sistem pencernaan untuk menerima asupan bahan pakan tersebut, akan berpengaruh terhadap performans produksi dan aspek ekonomi pemeliharaan pedet. Perlakuan dan penanganan yang tepat pada pedet maupun sapi muda akan menghasilkan sapi potong berkualitas -baik pada hewan jantan maupun betina. Penerbitan buku ini dibiayai oleh kegiatan Diseminasi Teknologi Sapi Potong Loka Penelitian Sapi Potong pada TA 2013.

Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan buku petunjuk teknis ini. Kami menyadari isi metode penyajian buku ini masih belum sempurna, sehingga sumbang saran dan koreksi yang bersifat membangun selalu kami harapkan. Semoga buku petunjuk teknis ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang peduli dengan masa depan pembangunan sapi potong Indonesia.

File fulltext : Download (1.699 Kb)

Minggu, 14 September 2014

Petunjuk Teknis Pembibitan Sapi Potong Berbasis Sawit Di Kabupaten Kotawaringin Timur Dan Kotawaringin Barat Provinsi Kalimantan Tengah


Puji syukur kita panjatkan Kehadirat Allah SWT atas hidayah dan inayah-Nya, maka buku “Rekomendasi Tekonologi : Paket Teknologi Pengembangan Sapi Potong Di Lingkungan Perkebunan Dan Pabrik Kelapa Sawit Desa Sumber Makmur Kecamatan Parenggean Kabupaten Kotawaringin Timur Provinsi Kalimantan Tengah” dalam rangka mendukung PSDSK 2014 dapat diselesaikan. Buku ini merupakan hasil rekomendasi teknologi hasil Kegiatan pendampingan teknologi sapi potong pada wilayah kerja BPTP Kalimantan Tengah, khususnya di Kabupaten Kota Waringin Timur Provinsi Kalimantan Tengah sebagai penyedia teknologi sapi potong di setiap lokasi sesuai dengan kebutuhan pengguna, dalam rangka menggali teknologi komersial dan menyebarluaskan teknologi aplikatif.

Kegiatan pendampingan dilaksanakan mulai bulan Januari hingga Desember 2013, dilakukan oleh peneliti dan beberapa staf Loka Penelitian Sapi Potong dan BPTP Kalimantan Tengah dan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Kotawaringin Timur dengan melibatkan kelompok ternak dalam rangka penanganan permasalahan pengembangan sapi potong dan pengembangan pakan sumber sawit pada usaha peternakan rakyat dalam rangka mendukung peningkatan populasi dan produktivitas sapi potong mendukung PSDSK 2014.

Buku ini merupakan rekomendasi teknologi dalam pelaksanaan kegiatan Pendampingan Teknologi Budidaya Sapi Potong di Wilayah PSDSK sampai dengan bulan Desember 2013. Semoga buku ini dapat bermanfaat sebagai informasi dalam pelaksanaan pendampingan teknologi dan atau sebagai tindak lanjut kegiatan berikutnya.

File fulltext : Download (1.699 Kb)

Sabtu, 13 September 2014

Nutrisi dan Pakan Kambing dalam Sistem Integrasi dengan Tanaman


Meningkatkan produksi pangan merupakan langkah strategis yang perlu terus diupayakan dengan berbagai pendekatan dalam rangka memantapkan ketahanan pangan nasional. Daging asal ternak merupakan salah satu produk pangan yang berkualitas tinggi dan berperan penting dalam memenuhi kebutuhan berbagai unsur nutrisi yang esensial bagi pertumbuhan dan kesehatan. Budidaya ternak juga memberi kontribusi nyata bagi perekonomian keluarga petani dan berperan penting dalam penyediaan uang tunai. Ternak kambing merupakan salah satu sumber pangan yang memberi kontribusi dalam penyediaan daging untuk konsumsi masyarakat. Karena memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi terhadap berbagai kondisi agroekosistem yang beragam, maka kambing telah menyebar hampir di seluruh kawasan pertanian dan merupakan bagian integral dalam sistem usahatani di Indonesia. Hampir seluruh populasi kambing di Indoneisa dipelihara dalam sistem usahatani campuran.

Dalam sistem usahatani campuran peran subsistem pakan sangat strategis dalam menjamin kelangsungan usaha produksi kambing pada tingkat dan efisiensi produksi yang optimal. Untuk itu diperlukan pengembangan subsistem pakan yang spesifik terkait dengan karakteristik tanaman utama dalam usahatani seperti tanaman hortikultura, perkebunan dan pangan. Buku ini memaparkan aspek subsistem pakan untuk pengembangan kambing dalam sistem usahatani campuran yang antara lain membahas potensi sumber pakan di berbagai sistem usahatani berbasis komoditas tanaman, pendekatan dalam menganalisis potensi kualitatif suatu bahan baku pakan alternatif yang berasal dari hasil samping tanaman dan pendekatan dalam membangun sistem alokasi pakan yang sesuai dengan ciri usahatani campuran. Diharapkan buku ini bermanfaat bagi berbagai pihak yang terlibat dalam usaha pengembangan ternak, khususnya ternak kambing dalam rangka meningkatkan produksi daging nasional dan meningkatkan pendapatan dari budidaya kambing.

File fulltext :

Jumat, 12 September 2014

Data Inventory and Mitigation on Carbon Emission and Nitrogen Recycling from Livestock in Indonesia


Global warming was one of global problem that caused by increasing of green house gases. Increasing of green house gases level are caused by people uncontrolled activities that make a decreasing of healthy environment condition. Global warming; if we cannot control will give a bad impact for whole ecosystem.

Carbon dioxide, methane and dinitro oxide are 3 (three) of 5 (five) kind of green house gasses that are very important as cause of global warming. One of the gas emission sources is a ruminant livestock production process. Emission of Methane and Carbon dioxide resulted by fermentation process of microbe in digestive system ruminant livestock. Composting process of livestock feces has been giving a contribution to dinitro oxide product in atmosphere.

Indonesia has been working hard to accomplish a sustainable cattle and buffalo meat self-sufficiency in 2014 so a cattle and buffalo livestock production will more intensive in the next years. Population of cattle and buffalo in prediction will increase in the next years so the program of cattle and buffalo meat self-sufficiency potentially will contribute as a significant contribution of green house gasses.

His Excellency, President of Republic Indonesia has made a policy to reduce carbon emission until 20 or 40% with the aids of by International institution in 2020. This policy showed that My President gave a big attention to reduce of green house gases in Indonesia. Therefore, the efforts to reduce a green house gas emission from livestock sub sector by mitigation and adaptation process are an important aspect for Indonesia.

In order to give a big impact, a green house gas trouble solving must be done in a wider scope, together with another country. Therefore, collaboration in regional and global level network needs to be done. Actually, the mitigation and adaptation efforts of green house gases from livestock sub sector have been started and done in a small scale and scatter in many provinces in Indonesia. Indonesia has a National Action Planning (NAP) and Province Action Planning (PAP) in Province Level to reduce a green house gases emission.

This book writen by some scientist from some institutions who very understand a problem of green house gas production from livestock sub sector in Indonesia, as a result of “The International Workshop on Data Inventory and Mitigation on Carbon Emission and Nitrogen Cycling from Livestock in Indonesia”. All of them will give current information of data inventory that they have done in their institution so we will get a common description condition in Indonesia.

File fulltext :
Front Cover(3.322 Kb)
Inside Cover (153 Kb)
  1. Government Policy on Mitigation Activity of Methane from Livestock in Indonesia (791 Kb)
  2. Current and Future Inventory Data Activities on Emission of Methane From Livestock in Indonesia; Do We Need A Specific Calculation (433 Kb)
  3. Current and Future Mitigation Activities on Methane Emission From Ruminant in Indonesia (373 Kb)
  4. Bioenergy Sources from Livestock Waste By Using Biogas System in Small Scale Farms (485 Kb)
  5. Nitrogen Cycling and Composting Technologies in Livestock Manure Management (349 Kb)

Kamis, 11 September 2014

Ayam KUB-1


Indonesia menjadi salah satu negara biodiversitas untuk hewan, mikroba, tumbuhan yang memberikan peran sangat nyata bagi penyediaan pangan berkelanjutan. Sumberdaya genetik tersebut ada yang spesifik lokasi maupun transboundary di beberapa agroekosistem. Unggas ayam merupakan salah satu komoditas peternakan yang menyebar hampir di seluruh provinsi. Sebagai negara kepulauan, jarak tempuh menjadi salah satu tantangan untuk penyediaan pangan berkesinambungan, sehingga penyebaran dan keberadaan ayam di berbagai daerah merupakan upaya praktis penyediaan sumber pangan spesifik lokasi.

Ternak ayam mempunyai peran yang sangat nyata bagi masyarakat di pedesaan, antara lain sebagai: (1) cadangan pangan hewani; (2) tabungan bagi peternak; serta (3) sumber pendapatan bagi peternak. Masyarakat peternak di Indonesia, setahu saya sangat terbantu dengan adanya pemeliharaan ayam, terutama sebagai penyedia protein hewani siap sedia setiap hari. Ternak ayam kampung relatif cepat berkembang, tidak mengenal musim kawin, pakan tersedia melimpah di sekitar pemeliharaan dan adaptif terhadap berbagai kondisi pemeliharaan.

Data nasional menunjukkan populasi unggas ayam kampong bertambah dalam lima tahun terakhir (populasi sekitar 285 juta ekor) dengan rataan peningkatan sekitar 3,94%, mengisyaratkan bahwa komoditas ini dapat berkembang dengan baik dan secara nyata. Saya memantau ayam kampung bertahan sangat baik terhadap terpaan perubahan lingkungan yang sangat dinamis, saya juga melihat hampir di setiap penjuru tanah air ayam Kampung dipelihara oleh masyarakat. Saya juga memantau banyak sajian kuliner berbahan ayam kampung tersebar di berbagai sudut kota dan di beberapa daerah. Kesemua itu mengisyaratkan bahwa ayam kampung dapat menjadi andalan perekonomian masyarakat dan memberikan sumbangan bagi penyediaan pangan hewani baik di perdesaan maupun di perkotaan. Berbagi kuliner yang muncul mengisyaratkan bahwa promosi ayam kampung memberi dampak ekonomi menjanjikan.

Selanjutnya dari sumberdaya genetik ternak ayam yang telah menyebar di seluruh pelosok tanah air tersebut, diperlukan penelitian untuk membentuk galur ayam lokal dengan sifat produksi yang lebih unggul. Jangan sampai berbagai ayam local dengan potensi genetik yang khas musnah dan tidak tersisa keberadaannya. Saya mendengar bahwa kolega peneliti, akademisi maupun pihak swasta menaruh minat yang sangat besar pada upaya pemanfaatan berkelanjutan dari sumberdaya genetik ayam kampung ini. Dapat terlihat dari kegiatan riset berbagai disiplin ilmu maupun pemanfaatan langsung oleh masyarakat swasta untuk kepentingan ayam kampung. Ayam KUB-1 yang telah ditetapkan sebagai galur baru ini perlu disebarluaskan di berbagai penjuru tanah air. Model perbibitan skala menengah-kecil saya rasa layak diterapkan di berbagai daerah, sehingga diharapkan bahwa ketersediaan bibit ayam kampung dengan produksi yang lebih unggul akan lebih mudah. Keterlibatan pembibit maupun penggemukan baik individu, maupun kelompok peternak, saya rasa menjadi pilihan yang perlu dipererat.

Akhirulkata, saya berharap bahwa informasi yang terdapat di dalam buku ini dapat memberikan manfaat yang sebesar besarnya bagi seluruh masyarakat Indonesia dan menjadi catatan tersendiri bahwa upaya penyediaan bibit ayam kampong yang lebih seragam dan lebih unggul diharapkan menjadi salah satu upaya pemenuhan gizi keluarga yang berkelanjutan.

File fulltext :
Cover Depan(3.322 Kb)
Cover dalam (153 Kb)
Bab 1 (91 Kb)
Bab 2 (137 Kb)
Bab 3 (433 Kb)
Bab 4 (73 Kb)
Bab 5 (85 Kb)
Penutup (9 Kb)
Daftar Pustaka (69 Kb)
Indeks Subjek (80 Kb)

Rabu, 10 September 2014

Keamanan pangan asal ternak: Situasi, permasalahan dan prioritas penangananya di tingkat hulu


Keamanan pangan merupakan bagian yang cukup penting dalam Undang-undang nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan, oleh karena itu masalah keamanan pangan dibahas dalam Bab tersendiri. Keamanan pangan ini tidak hanya menyangkut kesehatan manusia yang mengkonsumsinya tetapi lebih jauh lagi menjadi hambatan teknis didalam perdagangan pangan global, sehingga keamanan pangan menjadi prasyarat sebelum diperdagangkan.

Masalah Keamanan pangan asal Ternak di Indonesia belum banyak diungkapkan, sementara itu diyakini bahwa pangan asal ternak merupakan pangan yang bermutu tinggi dan sangat dibutuhkan untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Namun demikian pangan asal ternak menjadi tidak berarti bahkan dapat membahayakan kesehatan manusia apabila tidak aman. Atas dasar hal tersebut, penyusun tergugah untuk menerbitkan buku keamanan pangan asal ternak agar dapat diketahui masyarakat luas, terutama para pelaku usaha dibidang peternakan dan pangan asal ternak, para mahasiwa peternakan, kedokteran hewan, teknologi pangan serta bidang kesehatan dan gizi.
Buku Keamanan Pangan Asal Ternak ini berisikan tentang situasi keamanan pangan asal ternak di Indonesia, permasalahannya dan prioritas penangannya di tingkat hulu. Isi buku ini didasarkan atas hasil penelitian dan pengamatan penyusun selama 30 tahun menjadi peneliti Toksikologi dan Analisis Kebijakan di Balai Besar Penelitian Veteriner dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian. Disamping itu isi buku ini juga diambil dari berbagai sumber yang berasal dari para peneliti di Indonesia maupun peneliti dari negara lain. Sebagian tulisan juga diambil dari tulisan penyusun sendiri yang pernah diterbitkan maupun dipresentasikan dalam berbagai seminar, namun dalam hal ini dilakukan up dating dengan menambahkan informasi-informasi terbaru.
Walaupun berbagai aspek keamanan pangan diulas dalam buku ini tetapi prioritas permasalahan dan penanganan serta strategi untuk menghasilkan pangan asal ternak yang aman dikonsumsi difokuskan pada proses pra-produksi yang terjadi selama ternak dibudidayakan (on farm). Penyakit ternak, keamanan pakan, penggunaan obat hewan dan khemikalia selama proses pra-produksi di peternakan (on farm), serta manajemen pemeliharaan ternak sangat menentukan apakah produk ternak berupa daging, susu dan telur yang akan dihasilkan aman untuk dikonsumsi atau tidak. Oleh karena itu penerapan konsep HACCP, Good Agricultural Practices, dan sebagainya sesuai ketentuan yang berlaku sangat menentukan keberhasilan tersebut.
Penyusun menyadari bahwa buku keamanan pangan asal ternak ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca akan sangat berguna bagi penyusun untuk terus menyempurnakan dan melengkapi buku ini pada edisi-edisi selanjutnya. Kepada semua pihak yang telah membantu hingga terbitnya buku ini, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Akhirnya, penyusun mengharapkan, semoga buku ini bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan.
Bogor,  November 2013

Sjamsul Bahri

Selasa, 09 September 2014

Dukungan teknologi dan kebijakan dalam percepatan produksi dan konsumsi susu untuk meningkatkan gizi bangsa


Susu telah dikenal masyarakat luas sebagai minuman penguat tulang dan gigi karena kandungan kalsium yang dimilikinya, selain itu, kandungan nutrisi lainnya yang dimiliki yaitu fosfor, zinc, vitamin A, vitamin D, vitamin B 12, vitamin B2, asam amino dan asam pantotenat sangat bermanfaat untuk menunjang kesehatan tubuh Anda. Walaupun memiliki banyak manfaat, tetapi tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia 16,462 kg/kapita/tahun lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi di sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) yang rata-rata lebih dari 25 kg/kapita/tahun. Namun hal baiknya adalah laju konsumsi susu masyarakat selama lima tahun terakhir sudah mencapai 7,74 %/thn. Tentunya hal ini harus ditunjang oleh produksi susu segar dalam negeri yang baru dapat memenuhi 30% kebutuhan nasional. Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mendukung swasembada susu dan upaya peningkatan konsumsi susu di masyarakat untuk mendukung pemenuhan kebutuhan susu nasional tahun 2019 melalui berbagai program revitalisasi persusuan nasional 2010 - 2014. Sejalan dengan itu telah diselenggarakan suatu pertemuan "Pembangunan Gizi Bangsa Melalui Gerakan Percepatan Produksi Susu Nasional", yang melibatkan berbagai elemen yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koperasi dan UMKM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Perguruan Tinggi dan stakeholder terkait (DPN, AIPS, GKSI, Peternak sapi perah). Buku ini merupakan rangkuman hasil pertemuan tersebut dari berbagai aspek yaitu kebijakan pemerintah, teknologi dan upaya-upaya yang telah dilakukan stakeholder maupun pemerintah daerah sebagai bagian dari upaya pembangunan gizi bangsa.

Saya berharap bahwa informasi yang disajikan dalam buku ini dapat bermanfaat bagi pembangunan peternakan sapi perah di Indonesia.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Dr. HARYONO

Senin, 08 September 2014

Position Paper Tentang Pedoman Pengembangan Sistem Integrasi Sawit-Sapi Ramah Lingkungan


Perkebunan kelapa sawit diposisikan sebagai salah satu areal pengembangan komoditas pertanian lain, diantaranya adalah sapi potong. Luasan perkebunan kelapa sawit berkembang dengan pesat sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara dengan kebun kelapa sawit terluas di dunia dan menjadi negara produsen minyak sawit yang utama. Keberadaan sapi menjawab tantangan bagi perkebunan sawit guna menghadapi kekurangan tenaga kerja pengangkut tandan buah segar dan sarana produksi lainnya. Dengan bertambahnya luasan perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengolahannya, maka meningkat pula limbah olahan kelapa sawit dan produk samping tanaman yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Beberapa upaya telah dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, salah satunya dengan memanfaatkan ternak sapi yang mampu mengubah limbah menjadi komoditas bernilai ekonomis tinggi.

Disamping menghasilkan daging, sapi dapat dimanfaatkan sebagai alat angkut tanpa menggunakan bahan bakar minyak, penyedia pupuk organik yang ramah lingkungan, dan sumber energi alternatif dalam bentuk gas-bio. Oleh karena itu, pengembangan sapi dalam sistem integrasi di perkebunan kelapa sawit sangat diperlukan untuk meningkatkan efisiensi usaha, menciptakan lapangan kerja, meminimalkan investasi sarana transportasi, serta meningkatkan kesejahteraan pemanen, karyawan dan masyarakat di sekitarnya. Saat ini Indonesia masih harus mengimpor daging sapi sekitar 30 persen dalam bentuk daging, jeroan dan sapi bakalan. Produksi sapi potong di dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan nasional antara lain disebabkan karena kurangnya sumberdaya pakan yang berkelanjutan dalam meningkatkan populasi sapi di dalam negeri. Pemanfaatan produk samping industri kelapa sawit yang belum dimanfaatkan secara optimal, dapat menjadi sumber pakan sangat potensial dalam meningkatkan populasi sapi.

Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan acuan yang dapat menjamin kelestarian lingkungan, meningkatkan produktivitas kebun kelapa sawit dan menghasilkan sapi bakalan yang mempunyai daya saing tinggi dengan payung hukum yang kuat. Position Paper i ni diperuntukkan bagi pentingnya penerbitan Peraturan Menteri Pertanian tentang Pedoman Pengembangan Sistem Integrasi Sawit-Sapi Ramah Lingkungan, dan dapat digunakan dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang terintegrasi dengan usaha budidaya ternak sapi.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu hingga selesainya dokumen ini. Penghargaan yang setinggi-tingginya disampaikan kepada Prof (R) Dr. Tjeppy D. Soedjana, Prof (R) Dr. Kusuma Diwyanto, Prof (R) Dr. I-W Mathius dan Dr. Sabarman Damanik atas koreksi, saran dan masukannya yang sangat konstruktif dalam penyusunan dokumen ini. Position Paper  ini merupakan dokumen dinamis yang masih harus terus disempurnakan, dan semoga bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan dalam mengimplementasikan sistem integrasi sawit-sapi ramah lngkungan.

File fulltext : Download (10.955 Kb)

Minggu, 07 September 2014

Teknik Formulasi Ransum Ayam KUB Berbasis Bahan Pakan Lokal


Ayam KUB merupakan ayam hasil penelitian dari Badan Litbang Pertanian dengan keunggulan kemampuan produksi telur 160-180 butir/tahun dan bobot potong 800-900 gram dalam waktu 10 minggu. Dalam hal ini ayam KUB dapat digunakan sebagai sumber bibit parent stock untuk penyediaan DOC ayam kampung potong yang dibutuhkan masyarakat guna memenuhi kebutuhan daging ayam kampung.

Puslitbang Peternakan sampai dengan tahun 2012 telah mendistribusikan ayam KUB di 26 provinsi dan akan terus dilakukan pada beberapa provinsi lainnya. Tujuan pengembangan ayam KUB adalah sebagai model pembibitan ayam kampung unggul di setiap provinsi untuk memenuhi kebutuhan DOC pada daerah tersebut.

Tujuh puluh persen dari seluruh biaya pemeliharaan ayam adalah biaya pakan. Selama ini untuk memenuhi kebutuhan pakan peternak masih tergantung pada pakan pabrikan dengan harga dan ketersediaan yang sangat fluktuatif, untuk itu perlu ada suatu teknik untuk menyusun ransum sehingga dapat mengurangi biaya pakan.

Telah banyak teknologi pakan yang dihasilkan oleh peneliti Badan Litbang Pertanian dengan memanfaatkan sumber bahan pakan lokal sebagai bahan baku. Penelitian pemanfaatan limbah pertanian, perkebunan maupun bahan pakan lokal yang harganya murah, jumlah (ketersediaannya) terjamin sepanjang tahun dan memiliki potensi sebagai bahan pakan ternak.

Buku ini disusun sebagai bahan acuan bagi peternak dalam pemeliharaan ayam kampung dengan pemanfaatan sumber bahan pakan lokal.

Diharapkan buku ini dapat memberikan kontribusi nyata bagi pengembangan Ayam KUB di Indonesia dalam menyumbang kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Kritik dan saran demi perbaikan kami harapkan, dan akhir kata semoga buku ini dapat bermanfaat dalam pelaksanaannya dengan mengacu pada pembangunan pertanian spesifik lokasi.

File fulltext : Download (7.955 Kb)

Sabtu, 06 September 2014

Arah Penelitian Mendukung Rencana Bebas Penyakit Avian Influenza Pada Unggas Tahun 2020 di Indonesia


Wabah penyakit Avian Influenza (AI) pada unggas di Indonesia telah berlangsung selama 10 tahun sejak kejadian pertama pada akhir tahun 2003, dan penyakit ini masih belum dapat dibebaskan secara tuntas. Sampai saat ini, virus AI H5N1 juga belum menimbulkan pandemi yang menular antar manusia seperti yang dikhawatirkan para ahli penyakit Flu Burung di dunia. Namun demikian secara molekuler virus AI pada unggas di Indonesia terus mengalami perubahan, sehingga berpengaruh terhadap upaya-upaya pengendaliannya. Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN melalui Regional Cooperation in the Control and Eradication of HPAI in ASEAN telah menyusun "Roadmap for an HPAI-Free ASEAN Community by 2020": Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan telah menyusun "Roadmap Menuju Indonesia Bebas AI Tahun 2020" yang masih terus disempurnakan. Dipandang perlu dukungan lembaga penelitian untuk mewujudkan hal tersebut seperti dari Balai Besar Penelitian Veteriner, Litbang Kesehatan dan Perguruan Tinggi untuk suksesnya "Roadmap Menuju Indonesia Bebas AI Tahun 2020".

Sehubungan dengan hal tersebut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan melalui Tim Kajian Antisipatif dan Responsif Kebijakan Strategis Peternakan dan Veteriner mengadakan roundtable discussion (RTD) bertemakan "Arah Penelitian Mendukung Rencana Bebas Penyakit Avian Influenza Pada Unggas Tahun 2020 di Indonesia". Diskusi ini bertujuan untuk menghasilkan arah penelitian wabah AI terutama pada unggas ke depan sesuai dengan permasalahan dan perkembangan terkini virus AI di Indonesia. Diskusi ini menghadirkan narasumber dari Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Badan Litbang Kesehatan, Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Perguruan Tinggi (Universitas Udayana) dan peneliti lingkup Puslitbang Peternakan.
Hasil diskusi dirangkum dalam booklet ini agar dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak terkait dengan saran dan rekomendasi tindak lanjutnya yang perlu diimplementasikan oleh berbagai pihak.
File fulltext : Download (648 Kb)

Jumat, 05 September 2014

Indigofera Sebagai Pakan Ternak


Pakan merupakan salah satu input produksi yang sangat menentukan keberhasilan usaha peternakan karena secara langsung mempengaruhi produktivitas dan efisiensi. Pada ternak ruminansia, hijauan pakan masih merupakan komponen utama dalam sistem pakan dan merupakan sumber pakan yang relatif murah disebagian besar agro-ekositem di Indonesia.  Hijauan pakan di daerah tropis seperti  Indonesia cenderung memiliki kualitas nutrisi yang lebih rendah dibandingkan dengan hijauan di daerah beriklim sedang, karena proporsi serat yang tinggi, kandungan protein yang rendah serta potensi defisiensi beberapa unsur mineral. Disamping itu, ketersediaannya cukup berfluktuasi, terutama akibat pengaruh curah hujan. Kuantitas dan kualitas hijauan pakan akan menurun selama musim kemarau dan menyebabkan produksi ternak dapat menurun secara drastis. Ketersediaan tanaman pakan yang memiliki kualitas nutrisi tinggi dan mampu tumbuh sepanjang tahun diharapkan dapat mengatasi fluktuasi tersebut.

Penelitian tentang potensi Indigofera spp. Sebagai salah satu jenis hijauan pakan ternak, khususnya ternak ruminansia telah dilakukan cukup intensif oleh berbagai institusi dan telah dipublikasi diberbagai jurnal  ilmiah maupun publikasi lainnya.  Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa Indigofera spp. memiliki potensi yang tinggi sebagai sumber pakan berkualitas tinggi dengan adaptasi yang baik terhadap kekeringan. Oleh karena itu, tumbuhan ini merupakan alternatif sumber pakan yang menjanjikan untuk mendukung pengembangan ternak ruminansia di berbagai agroekosistem. Tersebarnya hasil-hasil penelitian pada berbagai publikasi dengan aspek penelitian yang beragam menyebabkan informasi tentang Indigofera spp. terkait perannya dalam pertanian secara umum sulit untuk digunakan sebagai rujukan dalam rekomendasi pemanfaatannya secara optimal.
Pembuatan buku tentang Indigofera ini bertujuan untuk merangkum, menelaah dan menganalisis berbagai aspek tentang Indigofera dalam kaitannya dengan pertanian. Aspek yang ditampilkan merupakan rangkaian topik yang bersifat hulu sampai hilir, yaitu menyangkut aspek taksonomi, eksplorasi dan koleksi, produksi benih dan perbanyakan tanaman, agronomi dan ekofisiologi, potensi sebagai pakan, kandungan senyawa sekunder yang bersifat antinutrisi, serta penelitian mendatang yang diperlukan untuk memaksimalkan pemanfaatan Indigofera dalam pertanian.
Semoga buku ini dapat menjadi sumber informasi yang bermanfaat bagi berbagai pihak dalam rangka pengembangan pertanian khususnya peternakan di Indonesia.
Cover, Kata Pengantar,  Daftar Isi : Download (512 Kb)
BAB I dan BAB II : Download (770 Kb)
BAB III : Download (1.162 Kb)
BAB IV dan BAB V : Download (1.621 Kb)
BAB VI : Download (945 Kb)
BAB VII : Download (1.068 Kb)

Kamis, 04 September 2014

Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit


Pada tahun 2014, Pemerintah bertekad dapat berswasembada daging sapi dan kerbau  yang berkelanjutan. Untuk mencapai tujuan tersebut Kementrian Pertanian sedang melaksanakan program yang di kenal dengan Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau Tahun 2014 (PSDSK-2014). Upaya untuk mencukupi kebutuhan daging sapi secara nasional harus dipenuhi dari ketersediaan sapi bakalan.  Jumlah sapi betina produktif, peningkatan efesiensi reproduksi, menekan laju mortalitas, dan menekan pemotongan sapi betina produktif akan sangat berpengaruh terhadap ketersediaan sapi  bakalan yang saip digemukkan. Sapi bakalan yang dihasilkan akan menunjukkan performa yang baik apabila dilakukan usaha pembibitan yang menerapkan prisip-prinsip pembibitan yang baik. Namum demikian kelayakan usaha budidaya sapi lebih rendah dibandingkan usaha penggemukan, sehingga diperlukan upaya-upaya efesiensi usaha budidaya dan pembibitan sapi.

Salah satu upaya untuk meningkatkan efesiensi usaha pengembangbiakan dan pembibitan, yang untuk selanjutnya disebut dengan usaha budidaya, adalah dengan melakukan integrasi usaha budidaya sapi dengan usaha pertanian. Salah satu peluang sistem integrasi yang dapat menampung usaha budidaya sapi potong adalah dengan perkebunan kelapa sawit yang luasnya hampir mencapai 9 juta hektar. Sistem integrasi Sapi-Kelapa Sawit (SISKA) merupakan salah satu jawaban pengembangan budidaya sapi, dengan menerapkan optimalisasi pemanfaatan inovasi  teknologi terkait.
Pusat Penelitian dan  Pengembangan Peternakan melalui kegiatan Penguatan Model Pengembangan Integrasi Sapi-Sawit  Tahun 2012, telah menyusun buku Panduan “Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit”,  dengan tujuan untuk memberikan pemahaman tentang budidaya sapi potong dengan pendekatan SISKA.  Diharapkan buku ini dapat memberikan kontribusi nyata bagi pengembangan usaha budidaya sapi potong terutama di wilayah dengan basis agroekosistem perkebunan kelapa sawit.  Penghargaan setinggi-tingginya disampaikan kepada Tim Penyusun dan Penyunting, serta ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga selesainya buku ini.  Semoga buku ini dapat berguna bagi para pembaca untuk pengembangan sapi potong di Indonesia.
Cover, Kata Pengantar, Daftar Isi : Download (345 Kb)
BAB I : Download (91 Kb)
BAB II : Download (857 Kb)
BAB III : Download (385 Kb)
BAB IV : Download (3.908 Kb)
BAB V : Download (342 Kb)
BAB VI : Download (504 Kb)
BAB VII : Download (165 Kb)
Daftar Pustaka : Download (141 Kb)

Rabu, 03 September 2014

Prinsip Dan Panduan Teknis Pemeliharaan Induk Dan Anak Kambing Masa Pra-Sapih


Salah satu tujuan penulisan ini adalah untuk menyediakan buku pegangan bagi petani, petugas lapangan dan pengusaha yang bergerak dibidang peternakan .Buku petunjuk teknis ini memberikan informasi tentang Pemeliharaan Induk dan Anak Kambing Masa Pra-Sapih, yang mempunyai potensi sebagai salah satu komponen usaha tani karena ternak kambing memiliki kapasitas adaptasi yang relative balk.

Disamping itu ternak kambing adalah memiliki kemampuan bertahan pada kondisi lingkungan ekstrim sekalipun, sehingga ternak ini sering menjadi pilihan utama diberbagai komunitas petani, dan membentuk sentra-sentra produksi kambing .

Semoga tulisan ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi penerapan ternak kambing di Indonesia saat ini dan saat mendatang, terutama bagi peningkatan kesejahteraan petani peternak pada umumnya.

File fulltext : Download (2.525 Kb)

Selasa, 02 September 2014

Isu Technical Barrier Terkait Pembatasan Impor beberapa Komoditas Peternakan Dalam Rangka Mengamankan Produksi di Dalam Negeri


Segala puji hanya kepada Allah SWT atas diterbitkannya booklet dengan judul "Isu Technical Barrier Terkait Pembatasan Impor beberapa Komoditas Peternakan Dalam Rangka Mengamankan Produksi di Dalam Negeri" oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Booklet ini disusun berdasarkan hasil diskusi dan rumusan acara Rountable Discussion (RTD) yang dilakukan pada tanggal 16 Oktober 2012 di Bogor.

RTD ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memperketat impor/masuknya berbagai komoditas peternakan meliputi pangan asal ternak, bahan pakan asal ternak serta ternak atau hewan hidupnya sendiri terkait dengan masalah keamanan pangan, keamanan kesehatan hewan manusia dan tumbuhan. Dengan memperketat persyaratan impor melalui pelaksanaan technical barrier dan sanitary and phytosanitary, diharapkan selain akan meningkatkan kualitas produk yang diimpor juga dapat berdampak terhadap mengamankan produksi dalam negeri. Dalam RTD ini dihadirkan narasumber dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Perguruan Tinggi, Sucofindo, Asosiasi Dokter Hewan Karantina, dan Gabungan Pengusaha Makanan Ternak. Selain itu hadir juga para pakar serta peserta dari instansi terkait, balk dari unsur pemerintah, pelaku usaha yang tergabung dalam asosiasi maupun perorangan.
Dari diskusi ini dikemukakan bahwa pada dasarnya technical barrier atau technical barrier to trade merupakan salah satu instrumen yang dapat dipergunakan dalam perdagangan internasional yang telah diakui World Trade Organization baik dalam kaitannya dengan pengaturan (regulasi) dan membuka maupun membatasi/menghambat terhadap ekspor-impor komoditas yang diperdagangkan. Masih banyak peluang untuk menggali berbagai aspek teknis technical barrier bagi Indonesia dalam rangka membatasi/memperketat pemasukan berbagai produk peternakan.
Pada kesempatan ini kami mengucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi pada diskusi dan penyusunan booklet ini, walaupun kami menyadari masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan masukan konstruktif untuk penyempurnaan buku ini. Akhir kata, semoga publikasi ini bermanfaat dalam mendukung pembangunan sub sektor peternakan di Indonesia.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Dr. Ir. Haryono, MSc
File fulltext : Download (1.711 Kb)

Senin, 01 September 2014

Kinerja investasi pembibitan menuju kemandirian usaha unggas lokal


Produk ayam dan itik lokal merupakan salah satu prioritas sumber pasokan daging yang 'emerging' dapat diandalkan setelah upaya pencapaian swasembada daging sapi tahun 2014. Di sisi lain, perkembangan permintaan daging ayam dan itik lokal diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan upaya pemenuhan kebutuhan daging bagi masyarakat.

Sudah saatnya perlu untuk dikembangkan usaha pembibitan ayam dan itik lokal secara massive untuk menjamin kecukupan produksi bibit day old chick (DOC) dan day old duck (DOD) sesuai dengan permintaan pelaku usaha. Saat ini, sangat sedikit atau hampir tidak ada perusahaan swasta yang bergerak di bidang pembibitan ayam dan itik lokal secara komersial. Jika ada, skala usaha masih relatif kecil, sehingga jumlah DOC dan DOD yang dihasilkan belum mampu memenuhi permintaan pasar. Hal yang sama juga terjadi pada kelompok-kelompok peternak unggas lokal yang mengusahakan pembibitan, namun masih sangat beragam kualitas bibit yang dihasilkan dan distribusi pasar yang masih bersifat lokal maupun regional.
Sehubungan dengan hal tersebut Puslitbang Peternakan telah menyelenggarakan roundtable discussion yang bertemakan 'Kinerja Investasi Pembibitan Menuju Kemandirian Usaha Unggas Lokal'. Diskusi ini melibatkan para pakar, praktisi dan pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah serta stakeholder terkait di bidang usaha unggas lokal. Hasil-hasil diskusi tersebut dirangkum dalam booklet ini agar dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak terkait dengan saran dan rekomendasi tindak lanjutnya yang perlu dilakukan oleh berbagai pihak.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah terlibat secara Iangsung maupun tidak langsung sehingga acara ini terselenggara dengan balk. Semoga buku ini bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Dr. Ir. Haryono, MSc
File fulltext : Download (1.440 Kb)

 
Perpustakaan Puslitbangnak